Rabu, 08 Desember 2010

makalah analisis wacana

Pembahasan

A. Pengertian Wacana
Wacana adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf atau kata yang membawa amanat yang lengkap.
Wacana adalah kata yang sering dipakai masyarakat dewasa ini. Banyak pengertian yang merangkai kata wacana ini. Dalam lapangan sosiologi, wacana menunjuk terutama dalam hubungan konteks sosial dari pemakaian bahasa. Dalam pengertian linguistik, wacana adalah unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat. Sedangkan menurut Michael Foucault (1972), wacana; kadang kala sebagai bidang dari semua pernyataan (statement), kadang kala sebagai sebuah individualisasi kelompok pernyataan, dan kadang kala sebagai praktik regulatif yang dilihat dari sejumlah pernyataan.
Menurut Eriyanto (Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media), Analisis Wacana dalam studi linguistik merupakan reaksi dari bentuk linguistik formal (yang lebih memperhatikan pada unit kata, frase, atau kalimat semata tanpa melihat keterkaitan di antara unsur tersebut). Analisis wacana adalah kebalikan dari linguistik formal, karena memusatkan perhatian pada level di atas kalimat, seperti hubungan gramatikal yang terbentuk pada level yang lebih besar dari kalimat. Analisis wacana dalam lapangan psikologi sosial diartikan sebagai pembicaraan. Wacana yang dimaksud di sini agak mirip dengan struktur dan bentuk wawancara dan praktik dari pemakainya. Sementara dalam lapangan politik, analisis wacana adalah praktik pemakaian bahasa, terutama politik bahasa. Karena bahasa adalah aspek sentral dari penggambaran suatu subyek, dan lewat bahasa ideologi terserap di dalamnya, maka aspek inilah yang dipelajari dalam analisis wacana.
Ada tiga pandangan mengenai bahasa dalam bahasa. Pandangan pertama diwakili kaum positivisme-empiris. Menurut mereka, analisis wacana menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa, dan pengertian bersama. Wacana diukur dengan pertimbangan kebenaran atau ketidakbenaran menurut sintaksis dan semantik (titik perhatian didasarkan pada benar tidaknya bahasa secara gramatikal) — Analisis Isi (kuantitatif)
Pandangan kedua disebut sebagai konstruktivisme. Pandangan ini menempatkan analisis wacana sebagai suatu analisis untuk membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu. Wacana adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subyek yang mengemukakan suatu pertanyaan. Pengungkapan dilakukan dengan menempatkan diri pada posisi sang pembicara dengan penafsiran mengikuti struktur makna dari sang pembicara. –Analisis Framing (bingkai)
Pandangan ketiga disebut sebagai pandangan kritis. Analisis wacana dalam paradigma ini menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Bahasa tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar diri si pembicara. Bahasa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subyek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya. Oleh karena itu analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa; batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai, topik apa yang dibicarakan. Wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan. Karena memakai perspektif kritis, analisis wacana kategori ini disebut juga dengan analisis wacana kritis (critical discourse analysis). Ini untuk membedakan dengan analisis wacana dalam kategori pertama dan kedua (discourse analysis).

Tarigan (1987: 27) mengungkapkan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan maupun tertulis. Menurut Crystal (dalam Nunan, 1993: 5), wacana adalah kesatuan bahasa yang lebih besar dari kalimat dan membentuk unit yang koheren, misalnya ceramah, pendapat, lelucon, atau narasi.
Wacana merupakan unit bahasa yang terkait oleh satu kesatuan. Kesatuan dalam wacana menurut Halliday (dalam Purwati, 2003: 16) bersifat semantis. Wacana tidak selalu harus direalisasikan dalam bentuk rangkaian kalimat. Wacana adalah satuan bahasa yang komunikatif, yaitu yang sedang menjalankan fungsinya. Ini berarti wacana harus mempunyai pesan yang jelas dan dengan dukungan situasi komunikasinya, bersifat otonom, dan dapat berdiri sendiri. Dengan demikian, pemahaman wacana haruslah memperhitungkan konteks situasinya, karena hal itu akan memengaruhi makna wacana.
Menurut Darjowidjojo (dalam Hartono, 2000: 142), dalam komunikasi verbal, baik yang monolog maupun yang dialog, salah satu syarat penting yang harus diperhatikan adalah kesinambungan porposisi yang diajukan. Kodrat kesinambungan dalam monolog berbeda dengan kodrat yang ada pada dialog karena dalam monolog si pembicara atau penulis tidak perlu memperhatikan tanggapan verbal yang dinyatakan oleh pembicara atau lawan bicaranya. Kesinambungan ini kadang-kadang mempunyai manifestasi fonetis yang eksplisit, tetapi kadang-kadang juga hanya terwujudkan dalam suatu implikatur yang sifatnya circumstansial.
Menurut Longacre (dalam Hartono, 2000: 143) sebuah perpaduan menyangkut dua lokus. Pertama, dalam struktur batin (nosional deep structure) haruslah terdapat keserasian antara satu nosi di satu kalimat dan nosi di kalimat yang lain. Kedua, perpaduan dan pertalian nosi-nosi harus mempunyai manifestasi fonetis pada struktur lahir (surface structure).
Menurut Beaugrande (1981: 3), suatu wacana mempunyai ciri-ciri berupa koherensi, kohesi, maksud pengirim, keberterimaan, memberikan informasi, situasi pengujaran, dan intertekstualitas. Dalam bidang makna, setiap kalimat dalam paragraf menyampaikan suatu informasi. Informasi pada kalimat satu berhubungan dengan kalimat lain sehingga paragraf membentuk kesatuan informasi yang padu (Ramlan, 1993: 41). Sedangkan bentuk pertalian antarinformasi yang dinyatakan pada kalimat satu dengan informasi kalimat yang lainnya adalah penjumlahan, perturutan, perlawanan atau pertentangan, lebih, sebab akibat, waktu, syarat, cara, kegunaan, dan penjelasan.

B. Kohesi dan Koherensi
Kohesi dan koherensi dalam wacana merupakan salah satu unsur pembangun wacana selain tema, konteks, unsur bahasa, dan maksud. Kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur-unsur yang satu dengan yang lain dalam wacana, sehingga tercipta pengertian yang baik (Djajasudarma, 1994: 47). Kohesi dan koherensi juga merupakan syarat terbentuknya suatu wacana selain syarat lain, yaitu topik.
Koherensi tidak harus selalu dicapai dengan bantuan kohesi (Alwi et.al. dalam Hartono, 2000: 144). Akan tetapi, kohesi dapat merupakan pendukung terjadinya koherensi. Kohesi adalah pertautan makna, sedangkan koherensi adalah keruntutan makna. Kohesi harus dibedakan pada tingkat wacana (proposisi) dan teks (bentuk). Koherensi hanya pada tingkat wacana. Koherensi ditentukan oleh kerangka acuan wacana.
C. Konsep Kohesi dalam Wacana
Kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam wacana. Kohesi juga merupakan organisasi sintaksis dan merupakan wadah bagi kalimat yang disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan (Tarigan, 1987: 96). Pengetahuan strata dan penguasaan kohesi yang baik memudahkan pemahaman tentang wacana. Wacana bernar-benar bersifat kohesif apabila terdapat kesesuaian secara bentuk bahasa terhadap konteks (James dalam Tarigan, 1987: 97).
Konsep kohesi mengacu pada hubungan bentuk. Artinya, unsur-unsur (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan yang padu dan utuh. Dengan kata lain, kohesi adalah aspek internal dari struktur wacana. Tarigan (1987: 96) menambahkan bahwa penelitian terhadap unsur kohesi adalah bagian dari kajian tentang aspek formal bahasa, dengan organisasi dan struktur kewacanaanya yang berkonsentrasi pada dan bersifat sintaksis gramatikal.
Wacana yang baik dan utuh adalah jika kalimat-kalimatnya bersifat kohesif. Hanya melalui hubungan yang kohesif, maka ketergantungannya pada unsur-unsur lainnya. Hubungan kohesif khusus yang bersifat lingual-formal. Selanjutnya, Halliday (1976: 4) mengemukakan bahwa unsur-unsur kohesi wacana terdiri atas dua jenis, yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Unsur-unsur kohesi gramatikal terdiri dari reference (referensi), substitution (substitusi), ellipsis (elipsis), dan conjunction (konjungsi), sedangkan unsur-unsur kohesi leksikal terdiri atas reiteration (reiterasi) dan collocation (kolokasi).
Referensi atau penunjukan merupakan bagian kohesi gramatikal yang berkaitan dengan penggunaan kata atau kelompok kata untuk menunjuk kata atau kelompok kata atau satuan gramatikal lainnya (Ramlan dalam Mulyana, 2005: 133). Dalam konteks wacana, penunjukan terbagi atas dua jenis yaitu penunjukan eksoforik (di luar teks) dan penunjukan endoforik (di dalam teks). Dalam aspek referensi, terlihat juga adanya bentuk-bentuk pronomina (kata ganti orang, kata ganti tempat, dan kata ganti lainnya).
Substitusi (penggantian) adalah proses dan hasil penggantian unsur bahasa oleh unsur lain dalam satuan yang lebih besar. Proses substitusi merupakan hubungan gramatikal dan lebih bersifat hubungan kata dan makna. Elipsis (penghilangan) adalah proses penghilangan kata atau satuan-satuan kebahasaan lain. Bentuk atau unsur yang dilesapkan itu dapat diperkirakan ujudnya dari konteks luar bahasa (Kridalaksana, 1984: 40). Konjungsi atau kata sambung adalah bentuk atau satuan kebahasaan yang berfungsi sebagai penyambung, perangkai, atau penghubung antara kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, dan seterusnya (Kridalaksana, 1984: 105 dan Tarigan, 1987: 101).
Kohesi leksikal adalah hubungan leksikal antara bagian-bagian wacana untuk mendapatkan keserasian struktur secara kohesif. Tujuan digunakannya aspek-aspek leksikal diantaranya adalah untuk mendapatkan efek intensitas makna bahasa, kejelasan informasi, dan keindahan bahasa lainnya.
D. Konsep Koherensi dalam Wacana
Menurut Pranowo (dalam Purwati, 2003: 21) koherensi adalah cara bagaimana komponen-komponen wacana yang berupa konfigurasi konsep dan hubungan menjadi relevan dan saling mengikat. Koherensi merupakan hubungan timbal balik yang baik dan jelas antara unsur-unsur yang membentuk kalimat itu, bagaimana hubungan antarsubyek dan predikat, hubungan antara predikat dan obyek, serta keterangan-keterangan lain yang menjelaskan unsur pokok tadi (Keraf dalam Purwati, 2003: 22).
Brown dan Yule (1986: 224) menegaskan bahwa koherensi berarti kepaduan dan keterpahaman antarsatuan dalam suatu teks atau tuturan. Dalam stuktur wacana, aspek koherensi sangat diperlukan keberadaannya untuk menata pertalian batinantara proposisi yang satu dengan lainnya untuk mendapatkan keutuhan. Keutuhan yang koheren tersebut dijabarkan oleh adanya hubungan-hubungan makna yang terjadi antarunsur secara semantik. Hubungan tersebut kadang kala terjadi dengan alat batu kohesi, namun kadang-kadang dapat terjadi tanpa bantuan alat kohesi, secara keseluruhan hubungan makna yang bersifat koheren menjadi bagian dari organisasi semantis.
Halliday (1976: 2) menegaskan bahwa pada dasrnya struktur wacana bukanlah struktur sintaksis, melainkan struktur semantik yakni semantik kalimat yang di dalamnya mengandund proposisi-proposisi. Beberapa kalimat akan menjadi wacana karena adanya hubungan makna atau arti antarkalimat itu sendiri.
Keberadaan unsur koherensi sebenarnya tidak pada satuan teks saja (secara formal), melainkan juga pada kemampuan pembaca atau pendengar dalam menghubung-hubungkan makna dan menginterpretasikan suatu bentuk wacana yang diterimanya. Jadi, kebermaknaan unsur koherensi terletak pada kelengkapannya yang serasi antara teks dengan pemahaman penutur atau pembaca (Brown, 1986: 224).
Pada dasarnya, hubungan koherensi adalah suatu rangkaian fakta dan gagasan yang teratur dan tersusun secara logis. Koherensi dapat terjadi secara implisit karena berkaitan dengan bidang makna yang memerlukan interpretasi. Harimurti (1984: 69) mengemukakan bahwa hubungan koherensi wacana sebenarnya adalah hubungan makna atau maksud. Artinya, antara kalimat bagian yang satu dengan kalimat lainnya secara semantis memiliki hubungan makna. Kajian mengenai koherensi dalam tataran analisis wacana merupakan hal mendasar dan relatif paling penting karena permasalahan pokok dalam analisis wacana adalah bagaimana mengungkapkan hubungan-hubungan yang rasional dan kaidah-kaidah tentang cara terbentuknya tuturan-tuturan yang koheren.
Suatu rangkaian kalimat dituntut bersifat gramatikal sekaligus berhubungan secara logis dan kontekstual. Dengan demikian analisis wacana juga merupakan analisis keruntutan dan kelogisan berfikir. Jadi, koherensi adalah kepaduan antarbagian secara batiniah. Bagian-bagian yang disebut proporsi tersebut membentuk jalinan semantik sehingga tersusun kesatuan makna yang utuh.













Penutup
Kesimpulan
Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau interaksional. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antarpenyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana. Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan. Sedangkan yang dimaksud dengan kohesi dn koherensi adalah
Istilah kohesi mengacu pada hubungan antarbagian dalam sebuah teks yang ditandai oleh penggunaan unsur bahasa sebagai pengikatnya. Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk koherensi. Oleh sebab itu, dalam sebuah teks koherensi lebih penting.Koherensi adalah kepaduan gagasan antarbagian dalam wacana. Kohesi merupakan salah satu cara untuk membentuk koherensi. Cara lain adalah menggunakan bentuk-bentuk yang mempunyai hubungan parataksis dan hipotaksis (parataxis and hypotaxis). Hubungan parataksis itu dapat diciptakan dengan menggunakan pernyataan atau gagasan yang sejajar (coordinative) dan subordinatif. Penataan koordinatif berarti menata ide yang sejajar secara beruntun

makalah semantik

Rasa jumbuh ingf sajroning homonim

Zuly Kristanto
082114217

A. Purwaka
Homonim lumrahe bisa ditemokake ana ing sajrone cecaturan saben dina. Kadhangkala homonim bisa ndadekake jumbuhe pangerten ing sajroning cecaturan. Iki disebabake amarga ing sajroning homonim nduweni panulis kang padha lan pangucap kang padha uga. Pancen homonim ngono wujude sepele ananging kita ora bisa ngarani yen homonim perkara kang sepele. Iki disebake amarga yen antarane pamicara lan pamidhanget ora ngerti anane homonim bakal nuwuhake pangerten kang jumbuh ing sajroning cecaturan. Supaya ora ndadekake salah pangerten marang apa kang dadi teges sing dikarepake dening pamicara tumrap pamidhanget wis samesthine kita meruhi apa kuwi sing diarani homonim. Akeh banget perkara-perkara kang kedadeyan ing urip saben dina kang ana gegayutane karo homonim.. Ngenani potensi homonim kang bisa ndadekake jumbuhing cecaturan durung dirembag kanthi cetha, mula saka kuwi ing kene bakal diandharake apa kang dadekake teges kang jumbuh ing sajroning homonim kanthi dhasar panulise lan apa teges kang sanyatane. Ngenani potensi homonim kang bisa ndadekake rasa jumbuh ing sajroning cecaturan bakal dirembag kanthi cetha kanthi cara njlentrehake kedadeyan-kedadeyan homonim kang bisa nyebabake jumbuhing pangerten banjur dibacutake tuladha-tuladha kang bisa menehi pangerten marang pamaos ngenani apa kuwi homonim.





A. ANDHARAN
1. Tegese Homonim
Homonim yaiku sawijining ilmu semantik kang ngrembag babagan tembung loro kang nduweni pangucap kang padha nanging nduweni teges kang beda. Miturut basa asale homonim kedadeyan saka rong tembung yaiku basa Yunani Kuno , anoma = jeneng lan homas = padha. Yen digandheng tembung homonimi nduweni teges jeneng sing padha nanging nuweni pangerten kang beda
Wis akeh para ahli kang ngandharake babagan homonim tuladhane kaya kang diandharake para ahli ing ngisor iki. Homonim yaiku ungkapan utawa pangucap (arupa tembung, frase, kalimat) kang nduweni bentuk padha karo pangucap liya (arupa tembung, frase, kalimat ) nanging tegese beda. (verhaar,1987:135). Homonim yaiku tembung kang panulis lan pangucape padha nanging durung mesthi padha tegese jalaran asale saka tembung kang bedha. Dadi sing padha mung panulis lan pangucapane (Sasangka; 2008:227). Miturut Pateda (2001:211) yaiku sesebutan (tembung, gatra utawa ukara) kang duweni wujud padha karo tembung, gatra utawa ukara liyane, nanging nduweni teges kang beda antarane siji lan liyane.Miturut Chaer (1995:93) tembung homonim asale saka tembung onoma kang nduweni teges “sesebutan” lan homo kang duweni teges “padha”, dadi homonim bisa diwenehi teges sesebutan kang padha kanggo barang utawa babagan liyane.
Saka andharane para ahli mau bisa diweruhi yen homonim nduweni pangerten kang padha. Nanging ana ahli kang negesi homonim beda karo andhrane para ahli ing dhuwur mau. Yen miturut Tarigan (1993:30), kang diarani homonim yaiku tembung loro utawa luwih kang unine padha, nanging tegese beda, utawa tembung loro kang padha pangucape, nanging nduweni teges kang beda.
Ing makalah iki ora sarujuk karo panemune Tarigan (1993:30), amarga yen ditegesi kaya mangkono bisa ndadekake jumbuh antarane homonim lan polisemi.
Miturut apa kang diandharake ing ndhuwur bisa kadudut kang dadi titikane homonim yaiku:

Homo padha

jeneng kang padha
Onama jeneng

Dene kang dadi wewatesane homonim yaiku saka tembung-tembung dialek (wernane basa), ragam basa (antarane ngoko lan krama) lan basa siji lan sijine (basa Indonesia lan basa Jawa). Andharan ing ngisor iki bakal ngandharake apa wae kang ndadekake jumbuhing pangucap ing sajroning homonim.
Tuladhane
mawa
(1) mawa
mawa
Tuladha ing sajroning ukara
a. Tulisen mawa aksara jawa.
b. Areng sing isih mawa iku panas banget.
Tembung mawa ing nduwur iku pancen nduweni pangucap lan panulisan kang padha nanging tembung mawa ing ndhuwur nduweni teges kang bedha. Mawa kang sepisan nduweni teges nganggo dene ing ukara kapindho nduweni teges nggeni.
2. Jinis-jinise homonim
Yen miturut para ahli basa ing nduwur homonim bisa dibedakake dadi telu yaiku homonim, homograf lan homofon. Sarehne ing basa jawa ora ditemokake homofon panulis ora ngrembag babagan homofon. Dene kang diarani homograf yaiku tembung loro kang padha nanging bedha ing pangucape. Iki padha karo andharane para ahli basa ngenani homograf kayata andharan kang ana ing ngisor iki. Homonim yaiku salah sawijining perangan saka ngilmu kang ngrembag ngenani homograf. Bedhane homograf karo homonim yaiku yen ing homograf iku sing padha mung wujud panulise lan beda ing pangucape dene yen ing saroning homonim iku sing padha yaiku panulise lan uga padha ing pangucape.
Padha dene karo homonim, homograf uga nduweni teges kang werna-werna, ananging intine padha. Miturut para ahli, homograf yaiku: Miturut Abdul Chaer (1995: 93), homograf yaiku tembung kang padha tulisane, nanging beda pangucapan lan tegese. Dene miturut Dr. Sarwiji Suwandi, M. Pd (2006:109), homograf yaiku gegayutan antarane tembung-tembung kang beda tegese, ananging padha tulisane. Homograf yaiku tembung kang homografi karo tembung liyane. Semono uga miturut Sry Satriya Tjatur Wisnu Sasangka (2008:230), homograf yaiku tembung loro utawa luwih kang padha panulise lan bedha pangucape. Dene miturut prof. Dr. Mansoer Pateda nduweni panemu kang beda ngenani homograf yaiku yen miturut prof. Dr. Mansoer Pateda pateda homograf yaiku tembung-tembung kang loro kang panulise lan uga padha ing pangucape.
3. Homonim ing cara nindakake pakaryan
nari (njoged)
(1) nari
nari (tawa)

(1a) tembung nari ing tuladha kang kapisan ngemu teges nindakake pakaryan sarana jejogedan utawa ngobahake awak.
(1b) tembung nari ing tuladha kang kapindho ngemu teges nindakake pakaryan kanthi cara obahing piranti kecap utawa nggawe vokal.
mundhut (tuku)
(2) mundhut
mundhut (njupuk)
(2a) mundhut ing tuladha kang kapisan ngemu teges tuku dilakokake kanthi cara nggawe barang utawa dhuwit
(2b) mundhut ing tuladha kang kapindho ngemu teges dilakokake kanthi nggunakake tangan.

ngasta (mulang)
(3) ngasta (ng+asta)
ngasta (nggawa)
(3a) ngasta ing tuladha kapisan dilakokake kanthi cara nggunakake vokal utawa piranti kecap.
(3b) ngasta ing tuladha kapindho dilakokake kanthi cara nggunakake tangan.


nyekar (nembang)
(4) nyekar
nyekar (geren)
(4a) nyekar ing tuladha kang kapisan dilakokake kanthi cara nggunakake piranti kecap.
(4b) nyekar ing tuladha kapindho ngemu dilakokake kanthi cara nggunakake alat kecap lan obahing tangan
ngukur (ng+ukur)
(5) ngukur
ngukur (ng+kukur)
(5a) tembung ngukur kang kapisan dilakokake kanthi cara nggunakake piranti ukur. Tuladhane Pak Ahmad lagi ngukur kain gawe garisane anake.
(5b) Tembung ngukur ing kang kapindho kedadeyan dilakokake kanthi cara nggunakake piranti kukur. Tuladhane Gaguk ngukuri wetenge sing gatelen.
diduduhi (jangane)
(6) diduduhi diduduhi (diwenehi weruh)


Tuladha ing ukara
(6a) Tembung diduduhi ana ing ukara kapisan dilakokake kanthi cara menehi duduh. Tuladhane supaya enak sotone apa ora diduduhi dhisik.
(6b) tembung diduduhi ing ukara kapindho dilakokake kanthi cara menehi weruh. Tuladhane aku weruh omahe Agus merga diduduhi Marni.


dirusuhi (diregedi)
(7) dirusuhi
dirusuhi (diganggu)
Tuladha ing ukara :
(7a) tembung dirusuhi ing ukara kang kapisan dilakokake kanthi cara ngregeti. Tuladhane Jogane lagi disapu, mula aja dirusuhi maneh lho ya!
(7b) tembung dirusuhi ing ukara kang kapindho dilakokake kanthi gawe rusuh utawa ngganggu marang liyan. Tuladhane ing ukara Samijan mambengi ora bisa turu amarga dirusuhi Samidi.
disetel (dikakake)
(8) disetel
disetel (dicocokake)

Tuladha ing ukara :
(3a) Radio ana ing kamar etan kuwi isih durung bisa disetel, isih rusak.
(3b) Rat, yen numpak montor sing ati-ati amarga setang montore isih durung disetel sawise tabrakan wingenane.
Saka tuladha ukara ing ndhuwur bisa dimangerteni yen tembung disetel ing ukara kapisan ngemu teges dikakake, dene tembung disetel ing ukara kapindho ngemu teges dicocokake
4. Homograf ing sajroning homonim
Geger [gәgәr]
(2) geger
geger [gϵgϵr]

tuladhane ing ukara
a. Aku dikongkon ngukur gegere bapak.
b. Sapa sing wis wani gawe geger desa kene.
Panulise tembung geger ing nduwur iku pancen padha nanging tembung geger mau nduweni pangucap kang beda. Kanggo meruhi kepriye pangucap tembung geger kang bener samesthine kita nggunakake panulisan fonetis. Iki disebabake amarga mung nganggopanulisan sacara fonetis bisa diweruhi panulisan antarane {ә} ing tembung geger ing tembung kapisan lan {ә} ing tembung geger. Tembung Geger [gәgәr] ing ukara kapisan nduweni teges perangane awak dene tembung geger [gϵgәr] kapindho nduweni teges kisruh.


Lemper [lәmpәr]
(3) lemper
lemper [lϵmpϵr]
tuladhane ing ukara
a. Mbok yam dodolan lemper ing pasar wage.
b. esuk mau aku sarapan lemper lima.
Panulise tembung lemper ing nduwur iku pancen padha nanging tembung lemper mau nduweni pangucap kang beda. Kanggo meruhi kepriye pangucap tembung lemper kang bener samesthine kita nggunakake panulisan fonetis. Iki disebabake amarga mung nganggo panulisan sacara fonetis bisa diweruhi panulisan antarane {ә} ing tembung lemper ing tembung kapisan lan {ә} ing tembung lemper. Tembung Lemper [lәmpәr] ing ukara kang kapisan nduweni teges piranti kanggo ngulek sambel dene [gәgәr] ing ukara kapisan nduweni teges perangane awak dene tembung lemper [lϵmpϵr] ing ukara kapindho nduweni teges arane panganan.


gendheng
(4) gendheng
gendheng
tuladhane ing ukara
a. wong gendheng kae berak-berok turut ratan.
b. penggaweyane sardi saben dina gawe gendheng.

Panulise tembung lemper ing nduwur iku pancen padha nanging tembung gendheng mau nduweni pangucap kang beda. Kanggo meruhi kepriye pangucap tembung gendheng kang bener samesthine kita nggunakake panulisan fonetis. Iki disebabake amarga mung nganggo panulisan sacara fonetis bisa diweruhi panulisan antarane {ә} ing tembung gendheng ing tembung kapisan lan {ϵ} ing tembung gendheng ing ukara kang kapindho. Tembung gendheng ing ukara kang kapisan nuduhake kahanane wong kang lagi lara jiwa dene gendheng ing ukara kang kapindho nduweni teges arane barang kang kanggo iyup-iyup omah.

Netes [nәtәs]
(5) netes
netes [nϵtϵs]

tuladhane ing ukara
a. endhoge si blorok netes lima.
b. Amarga curigene pecah banyune netes nganti entek.
Panulise tembung netes ing nduwur iku pancen padha nanging tembung netes mau nduweni pangucap kang beda. Kanggo meruhi kepriye pangucap tembung netes kang bener samesthine kita nggunakake panulisan fonetis. Iki disebabake amarga mung nganggo panulisan sacara fonetis bisa diweruhi panulisan antarane {ә} ing tembung netes ing tembung kapisan lan {ϵ} ing tembung netes ing ukara kang kapindho. Tembung netes kahanane endhog dene netes ing ukara kang kapindho nduweni teges kahanan obahe banyu.
godheg [godhәg]
(6) godheg
godheg [godhϵg]
tuladhane ing ukara
a. Anton iku ora nate gelem semaur ning geleme mung godheg.
b. Sarehne godhege dawa dheweke dipopol Pak harjo.
Panulise tembung netes ing nduwur iku pancen padha nanging tembung godheg mau nduweni pangucap kang beda. Kanggo meruhi kepriye pangucap tembung godheg kang bener samesthine kita nggunakake panulisan fonetis. Iki disebabake amarga mung nganggo panulisan sacara fonetis bisa diweruhi panulisan antarane {ә} ing tembung godheg ing tembung kapisan lan {ϵ} ing tembung godheg ing ukara kang kapindho. Tembung godheg [godhәg] ing ukara kang kapisan nuduhake solah bawane sirah dene godheg [godhϵg] ing ukara kang kapindho mujudake sawijine arane rambut.
Nyepak [nyϵpak]
(7) nyepak
nyepak [nyәpak]
tuladhane ing ukara
a. Agus nyepak bal kuwi.
b. Klambine wis nyepak nang nduwur meja.
Panulise tembung nyepak ing nduwur iku pancen padha nanging tembung nyepak mau nduweni pangucap kang beda. Kanggo meruhi kepriye pangucap tembung nyepak kang bener samesthine kita nggunakake panulisan fonetis. Iki disebabake amarga mung nganggo panulisan sacara fonetis bisa diweruhi panulisan antarane {ϵ} ing tembung nyepak [nyϵpak] ing tembung kapisan lan {ә} ing tembung nyepak [nyәpak] ing ukara kang kapindho. Tembung nyepak ing ukara kang kapisan nuduhake pakaryan kang dilakoni sikil dene nyepak ing ukara kang kapindho nduweni teges barang kang wis dicepakake

Ngereti [ngәrәti]
(8) ngereti
ngereti [ngәrϵti]
Tuladhane ing ukara
a. Agus lagi ngereti tebu.
b. Surti senengane ngereti bandhane wong lanang.

Panulise tembung ngereti ing nduwur iku pancen padha nanging tembung ngereti mau nduweni pangucap kang beda. Kanggo meruhi kepriye pangucap tembung ngereti kang bener samesthine kita nggunakake panulisan fonetis. Iki disebabake amarga mung nganggo panulisan sacara fonetis bisa diweruhi panulisan antarane {ә} ing tembung ngereti [ngәrәti] ing tembung kapisan lan {ϵ} ing tembung ngereti [ngәrϵti] ing ukara kang kapindho. Tembung ngereti ing ukara kang kapisan nuduhake pakaryan gawe keret ing tebu dene ngereti ing ukara kang kapindho yaiku nduweni teges pakaryan kang ala amarga ngrusuhi katentremaning liyan.
Merang [mϵrang]
(9) merang
merang [mәrang]
tuladhane ing ukara
a. Pak Sugeng merang kelasku dadi telung kelompok.
b. Regane merang sarit saiki limangatus ewu.

Panulise tembung merang ing nduwur iku pancen padha nanging tembung merang mau nduweni pangucap kang beda. Kanggo meruhi kepriye pangucap tembung merang kang bener samesthine kita nggunakake panulisan fonetis. Iki disebabake amarga mung nganggo panulisan sacara fonetis bisa diweruhi panulisan antarane {ϵ} ing tembung merang [mϵrang] ing tembung kapisan lan {ә} ing tembung merang [mәrang] ing ukara kang kapindho. Tembung merang [mϵrang] ing ukara kang kapisan nuduhake pakaryan ndadekake kelas dadi luwih saka sakelompok dene merang [mәrang] kang kapindho nuduhake arane kulit pari.


Gedheg [gәdhϵg]
(10) gedheg
gedheg [gϵdhәg]
Tuladhane ing ukara
a. Omahe Pak Sur isih nggawe gedheg kanggo aling-aling.
b. Saben ditakoni wong Anton mung gedheg wae.

Panulise tembung gedheg ing nduwur iku pancen padha nanging tembung gedheg mau nduweni pangucap kang beda. Kanggo meruhi kepriye pangucap tembung gedheg kang bener samesthine kita nggunakake panulisan fonetis. Iki disebabake amarga mung nganggo panulisan sacara fonetis bisa diweruhi panulisan antarane {ә} ing tembung gedheg ing tembung kapisan lan {ϵ} ing tembung gedheg ing ukara kang kapindho. Tembung Gedheg [gәdhϵg] ing ukara kang kapisan nuduhake piranti kanggo gawe nutupi omah gedheg [gϵdhәg] ing ukara kang kapindho nduweni teges solah bawane sirah.
gudheg [gudhәg]
(11) gudheg
gudheg [gudhϵg]
Tuladhane ing ukara
a. Sikile Anton gudhegen.
b. Anton seneng mangan gudheg.
Panulise tembung gudheg ing nduwur iku pancen padha nanging tembung gudheg mau nduweni pangucap kang beda. Kanggo meruhi kepriye pangucap tembung gudheg kang bener samesthine kita nggunakake panulisan fonetis. Iki disebabake amarga mung nganggo panulisan sacara fonetis bisa diweruhi panulisan antarane {ә} ing tembung gudheg ing tembung kapisan lan {ϵ} ing tembung gudheg ing ukara kang kapindho. Tembung gudheg [gudhәg] ing ukara kang kapisan nuduhake arane penyakit dene gudheg [gudhϵg].

Ngendhangi [ngәndhangi]
(12) ngendhangi
ngendhangi [ngϵndhangi]
tuladhane ing ukara
a. sing mgendhangi campur sari kae jenenge Agus.
b. Wingi sore aku ngendhangi adiku ing rumah sakit haji.
Panulise tembung ning ngendhangi nduwur iku pancen padha nanging tembung ngendhangi mau nduweni pangucap kang beda. Kanggo meruhi kepriye pangucap tembung ngendhangi kang bener samesthine kita nggunakake panulisan fonetis. Iki disebabake amarga mung nganggo panulisan sacara fonetis bisa diweruhi panulisan antarane {ә} ing tembung ngendhangi ing tembung kapisan lan {ϵ} ing tembung ngendhangi ing ukara kang kapindho. Tembung ngendhangi [ngәndhangi] ing ukara kang kapisan nduweni teges nindakake pakaryan kanthi nabuh kendhang dene ngendhangi [ngϵndhangi]ing ukara kang kapisan nduweni teges marani utawa niliki wong lara.






Dudutan
Homonim yaiku tembung loro utawa luwih kang nduweni pangucap lan panulisan kang padha. Nanging kang mbedakake siji lan sijne yaiku ing teges. Ing jerone teges iku mau uga bisa diweruhi yen homonim uga nduweni pambeda ing sajroning nindakake pakaryan utawa ing jinising aran. Saengga bisa nuwuhake rasa jumbuh ing cecaturan.
Saka andharan kang ana ing dhuwur bisa didhudhut yen homograf yaiku tembung loro kang nduweni panulisan kang padha nanging pangucape bedha. Kanggo meruhi kepriye swara kang sebenere ing homograf kudu ditulis nganggo tulisan fonetis. Saliane iku kang dadi njalari pambeda ing sajroning homograf yaiku disebabake amarga ana bedha pangucap ing sajroning aksara e. Ing basa jawa aksara {e} bisa diwaca {ϵ} lan uga bisa diwaca {ә}. Mula saka kuwi ing sajronig homograf kang ndadekake jumbuh ing sajroning ngucapake tembung kang nduweni panulisan kang padha nanging bedha pangucap dijalari saka perkara ing dhuwur mau. Biasane kang nduweni rasa jumbuh mau yaiku wong-wong sajabane wong jawa dhewe.





























KAPUSTAKAN
Chaer, Abdul.1990. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta
Pateda, Mansoer. 1989. Semantik Leksikal. Ende : Nusa Indah
Sasangka,Wisnu,S.S.T.2008. Paramasastra Jawa Gagrag Anyar. Surabaya: PT Citra Jaya Murti
Verhaar,J.W.M.1983.Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Ungkapan Hati

Apakah hanya untuk sebuah pengakuan engkau rela menggadaikan jati dirimu

Minggu, 05 Desember 2010

lyrik lagu superman is dead

Bukan pahlawan
Di sudut kota ini melangkah sepi
Dihantui mimpi abadi
Tangis dan air mata di pinggir jalan
Kapankah ini akan berakhir

Pemabuk diperlukan pelacur jalanan
Bermahkotakan duri tajam
Tutup matamu kawan besarkan hati
Surga dan neraka menanti

Reff:
Aku bukan pahlawan berparas tampan
Sayap-sayap pupus terbakar
Salah benar semua pernah pernah kulakukan
Angkat gelas kita bersulang

Pertarungan abadi setan malaikat
Luluh lantak darah mewangi
Berhamburan sejuta nafas ke langit
Dunia berhenti tertawa

Kembali ke Reff

Angkat gelas kita bersulang
Walau kalah jangan menyerah
Angkat gelas kita bersulang

Jumat, 03 Desember 2010

geguritan

Lelakonku

Ing gisiking wengi
Dakcoba dedonga marang sing Kuwasa
Tansah dakkunjara sekabehe nafsu
Sanajan urip iki abot sanggane
Aku tansah ngangsu kawuruh
Marang sakabehi guru kang misuwur
Aku ora seneneng nggadho atine wong tuwa
Kulak ngilmu daklakoni rina lan wengi
Pait getir wis dakrasakake
Sanajan akeh sandhungan aku tetep nagdek jejeg ora obah
Wis gilig tekagku
Gawe mulyane uripku lan wong tuwaku
Lan nandhur kabecikan
Ing negaraku
Indonesia

Bumi Ngrawa 20 desember 2009

Jamane Edan

Mlayu sipat kuping ngendhani lelakuni jaman
Jaman sing tansaya edan
Sing sugih tansaya sugih sing mlarat ora keduman
Kabeh padha mikirne uripe dewe ora mikir uripe liyan
Akeh wong sing padha kelangan
Ora mung bandha nanging uga katresnan
Katresnanne manungsa marang liyan
Jaman tansaya edan
Akeh bocah sing ora kelingan
Rekasane jaman perjuangan
Nalika para pejuang padha sengkut ngrebut kamardhikan
Saka penjajah sing padha edan
Elinga cah kowe kudu nerusake perjuangan
Perjuangan jaman saiki ora perlu bedhil-bedhilan
Kaya dek jaman kamardhikan
Kowe kudu majokake pendidikan
Supaya wong Indonesia padha ora edan
Bumi Ngrawa
Tulungaung

Pangeran Kalang wis suwe seda
Ilang angkara murka saka bumi ngrawa
Kedhung-kedhung sing biyen agung
Saiki wis padha muspra
Angin nyalawadi mlipar-mlipir
Ing gunung Rara kembang Sore
Mecaki balung-balung wesi
Tumuju papan pasinaonan
Tansah dedonga marang sing kuwasa
Supaya ati iki tetep ngadek jejeg
Lan ngunjara sakabehing nafsu ing jroning ati
Sanajan pangarep mung sacuwil
Nanging gedhe pangarepanku
Marang panguripan kang minulya
Dadi manungsa kang tansah nyawiji marang Gusti
Lan seneng tetulung marang liyan

Bumi Ngrawa

Kenya ing Bumi Ngrawa
Kanggo mengeti hari ibu

Sliramu pancen merak ati
Pasuryanmu katon padhang
Kaya padha sumunare lintang ing wengi
Pengin dakrengkuh sliramu
Nanging sliramu wis ora kaya wingi
Nalika esemu mareake atiku sing kadhung rojeh
Nalika nurani during katutup bandhadonya
Apa sliramu wis ora ngerti
Sejatine katresnan kuwi apa
Katresnan lan katentreman iku ora diukur saka bandha
Nanging katresnan lan kaentreman kuwi bakal kok rasakake
Nalika sliramu bias ngucap syukur marang sing kuwasa
Dasar wis kebacut tumindakmu
Kowe tega nglarani atine simbokmu
Wong sing wis nyusoni lan nyawiki sliramu
Nalika sliramu mung isa nangis
Wong sing mbelani ora mangan
Supaya sliramu ora keluwen
Wong sing gelem kadhemen
Supaya sliramu tetep ngrasa anget
Apa nuranimu wis mati
Ilinga nduk widadari sing wujud manungsa kuwi mung siji
Yaiku simbokmu
Muliha nduk
Muliha
Mumpung sliramu isih njaluk sepura
Mumpung sliramu isih bias nyawang esemu simbokmu
Lan ngrasakake anget katresnanne simbokmu

Bumi Ngrawa

Tangise Basundara

Udan tangis si Basundara gawe patine manungsa
Awake Basundara padha rojeh
Amarga para nara kang padha lola
Nara sing wus edan
Nara kang rumangsa gumedhe
Nara kang tega marang liyan
Nara kang gawe rusaking donya
Saiki akeh nara kang padha edan
Akeh sing kelangan nurani
Wis ora ndalan pikire
Wis ilang welase
Nanging basundara kadhung murka
Udan tangis udan pati
Akeh nara kang nemoni pati
Amarga lelakone dewe
Amis gandhane rah ludira ngebakki nagari
Kunarpa padha gumletak ing ngatase bawana
Sang dwijamahasri ora bias
Ngluluhake atine si Basundara sing murka
Yen wis kaya mangkene
Apa sing bakal kok tumindakake
He para Nara kang ora duwe wardaya
Bumi Ngrawa

geguritan

Gang telu lan gang pitu
Pangrasaku wus tumlawung sandhuwuring mendhung
Lan wus agawe ati krasa suwung
Amarga ati iki wus kedlawung
Ing pojokan gang iku aku nate nyambung
Tali asih marang sliramu kang ngagem krudung
Aku pancen lagi mendhem cubung
Rikala rasane ati iki tansaya sesak nyimpen ati kang suwung
Tresnaku wus dakselehake ing pucuking gunung
Lan daksimpen sajroning sukma
Ing tengah wengi iki kebak tembung kang nganyuwara
Aku wiwit nggrahita
Apa aku salah yen aku kebacut tresna
Lumantar angin kang miyaki rambut iki
Bakal dakbabarake apa kang wus sumimpen ing sajroning ati
Liwat gurit kang mung sapecak iki
Daktulis rasa tresnaku marang sliramu pepujaning ati
Antaraning gang telu lan gang pitu iki bakal dadi seksi
Cecaturaning ati kang karoncen
Ing tresna kang sejati

geguritan

Tretes ing wayah wengi
Rikala angin wengi iki tansaya mbeset kulit
Ana kang mbeset ing sajroning pikirku
Ana pitakonan kang durung bisa dakwangsuli
Saka sadhuwure puthuk-puthuk kang wis aweh sasmita
Isih ana tembung kang keroncen ing sajroning memitran
Tembung mau isih kesimpen temekan seprene
Senajan aku lan sliramu ora bisa cecaturan kaya wingi uni
Dakjaluk sesambungan memitran iki ora bakal luntur
Kegawa ilinining wektu
Ing tengah wengi iki aku njaluk
Marang sing Kuasa
Supaya isih aweh kalodhangan tumrap kita
Kanggo ngudhal kangen ing sajroning dhadha

Dening : Zuly Kristanto

geguritan

Piweling marang mitra

Apa kang bakal dumadi ing ngarcapada
Rikala manungsa wus nglirwakake parentahe agama
Ingkang wus kasebarake dening para ulama rikala jaman kawuri
Satemene agama nata tata batine manungsa

Tan kena kalekake dening sakabehane titah
Rikala swasana jagad lagi isih wening
Ing wengi iki katon pratanda kuwasane kang Murbeng Dumadi
Yen atimu wus wening sira bakal krasa
Ananging yen durung atimu mung kawungkus dening nepsu
Nalika mega kaoyak dening prenjak sira kudu wiwit nata
Tata ukara, tata lair lan kang utama tata batin
Ora ana tembung kasep sadurunge uncate nyawa saka raga














Mumpung isih ana Wektu

Aku terus mlaku mecaki dalan iki
Wektu iki wis tiba wancine mbabarake ilmu
Uripku wus takgawe nggulawenthah sliramu
Nalika ngudhar ngilmu iki
Gedhe panjalukku supaya kowe nglakoni apa jareku

Ing sajroning urip kang mung sedhela
Ngabektia marang wong tuwa amarga
Ora ana palilahe Gusti tanpa palilahe wong tuwa

Firman-firman iku cetha mbabarake
Upama wong tuwa murka mesthi wae Gusti uga murka
Lamun sliramu ana lepat enggal njaluka ngapura
Aja usah isin
Ngelingana gedhene katresnan kang nate disuntak
Digulawenthah sliramu nganti bisa dadi kaya mangkene
Ing dina iki mumpung isih ana wektu enggal muliha











Jaman Edan

Cumlrot sumunare srengenge
Ing donya iki katon padhang jingglang
Tumetese bun wus kasirep panasing srengenge
Rikala swasana donya tansaya panas
Ana samubarang kang wus kalaleake dening manungsa

Samubarang ing donya kabeh padha nduweni rega
Arep pitulungan ya mbayara
Ra nduwe dhuwit nelangsaa
Iki bandhaku aja njaluk

Titip swara marang lakune angin
Uripku ya uripku
Tan kena tinular dening liyan
Iki bandhaku aja njaluk
Yen pengin goleka dhewe
Aku gelem weweh
Nanging aku bakal dumeh
Trima apa ora karepmu
Ora trima ya wis








Wengi kang wingit

Duh gusti wengi aku keweden
Amarga swara iku wus ilang
Vrekudara wis ora bisa nggereng
Ing wengi iki swara bocah ngaji wis kaganti swara graji
Dares lan jangrik uga wus ora ana swarane

Fulan tansah nyembang marang slira-Mu
Ing satengahe wengi kang wingit iki
Rumangsa aku ana swara kang nuntun sira
Dalan-dalan sakiwa tengen dadi padhang jingglang
Aku isih ing kene
Upama bisa bakal daktuntun lakumu
Senajan mung sedhela tetepa manekung marang pamurga jagad















Layang kanggo Mitraku

Guritan iki dak tujokake marang mitraku
Ing ngatase mung saklembar dluwang
Guritan iki ngandhut piwelinge guru
Ing mangsa ngupadi ilmu rikala semana
Heee. Apa kowe isih eling

Dhek jaman awake dhewe isih sekolah
Wiwit budhal esuk temekan sore
Ing wanci iki aku pengin ketemu

Sewelas taun aku wis ora ketemu
Ana rasa kang pengin ketemu
Mumpung isih ana wektu
Senajan mung liwat gurit iki aku pengin ngabarake
Uripku saiki wis wiwit tumata
Lan muga-muga sliramu uga mangkono

Srengenge isih dhuwur
Rikala aku nulis gurit iki
Ing ngatase dluwang salembar iki
Aku titip pawarta marang sliramu kabeh
Nulisa guritan kanggo ngrembagake budaya jawa
Tulisen apa wae kang ana sajroning atimu
Ora usah akeh-akeh siji wae ora apa-apa




Tresna suci

Gegambaranmu isih cetha ing netraku
Angin lan geni kang dadi paseksen rikala jaman semana
Gumlegere swara-swara ing dirgantara dadi pratandane
Uripku mung kanggo sliramu
Katresnan kang sejati iki mung kanggo sliramu

Apa jarene lintang wus ora dakrungoake
Rikala sliramu wiwit ngadoh saka panduluku
Ing ngatase janji kang wus kawedar
Setyaku isih nunggu sliramu
Tekamu isih dakantu ing taman sri wedhari
Amarga iki tresna kang suci
















Sepuranen Aku lur...

Firmane Gusti wus ngelingake aku
Rikala aku isih mendhem donya
Esuk iki ana kang tumetes ing jroning ati
Senajan mung setetes wus gawe tentreming ati
Tumrap sekabehane mitra aku njaluk sepura
Ing sasuwene memitran yen ana lepat aku njaluk ngapura
Esuk iki aku bakal lair maneh
Sesuk aku bakal mecaki uripku sing anyar
Ingsun tansah ninggalake sekabehane angkara
Amarga aku iki wus rumangsa kakehen dosa

Nalika wektu iki aku dudu sing biyen
Ora ngumbar angkara maneh
Eman-eman yen urip mung gawe dolanan
Rikala dina iki aku wis dudu sing biyen













Gurit kanggo mitraku

Februari iki aku wus wiwit tumata
Amarga ake wus eling apa jaremu
Rikala aku lan kowe isih ulah gladen ing kene
Ing papan kang kebak arum gandhane ngilmu
Sapa wae ing kene bakal neme kabagyan

Suwe anggenku lalu kandhamu dhek biyen
Yekti urip iku mung saderma nglakoni
Apa kang dadi karepku durung mesti kelakon
Ing gurit iki daktulis rasa panuwunku marang sliramu
Februari iki aku wis dadi aku sing biyen
Urip prasaja senajan mung saanane
Lamun isih ana kalodhangan wektu aku pengin ketemu

Hmmm tibake iku mung angen-angenku wae
Aku iki wis bedha derajat karo
Yen kowe saiki lungguh ing dampar kencana
Aku mung trima lungguh ing pinggir kalen
Tulus rasa matur suwun marang kowe









Welinge ibu

Esuk iki mendhunge katon padhang
Tumetese bun esuk isih bisa dakrasakake
Ing esuk iki aku isih mbegeg ora obah
Kamangka ing mburi kana ana swara kang ngurak-ngurak

Ananging aku ora nggatekake swara mau
Meneng mbegegeg tanpa obah
Bingung lelimengan pikirku
Aku iki manungsa
Rehne aku iki manungsa aku kudu apa
Welinge ibu rikala semana
Aku kudu golek ngilmu
Titipna atimu marang guru
Ingatase guru kang satuhuning guru














Iki tapaku

Eee urip iki mung saderma nglakoni
Luwih becik nyukuri apa kang wus diparengake Gusti
Ora ana makhluk kang sampurna ing donya
Kamangka kasampurnan mung dhuweke Hyang Widhi

Kumlawung angen-angenku lan
Uripku tansaya rinasa sepi
Rikala swara sawara memuji wus ilang
Nanging anane saiki mung swara ngayuwara tanpa rupa
Ing ati iki krasa sisih ana sing kurang
Ana kang kaya-kaya wus ilang
Wiwit saking wengi wingi nalika
Aku sesideman tanpa swara
Tapaku pancen dudu tapa kang minulya
Ing ngatse aku pengin antuk jatining urip














Dalan ngarep omah

Horeg swasananing jagad
Aku wis ora bisa rumangsa lan ngrumangsani
Nalika aku wus keblinger rasa
Upama bisa aku pengin mbedhal
Nanging aku wis ora nduweni kuwasa
Gawe tali kanggo ngrangket pepinginanku

Wiwit dina iki aku kudu jumangkah
Ing ngarep omah iki bakal daktemokake kamulyan
Senajan isih atis aku kudu wiwit jumangkah
Tekane kamulyan iki bakal ora suwe maneh
Amarga aku wis duwe sangune urip
Nalika aku gladen ngilmu bareng sliramu nganti
Teka sabubare prenjak ngurak-ngurak mega wus
Ora ana tetembungan kang gawe pinggeting ati












Tapane uler

Ing ngatase bun-bun kang nyandi sesanti
Manungsa mung tansah bisa nulis tapaking janji
Aja rumangsa bisa ananging bisaa ngrumangsani
Manungsa senenga weweh lan aja seneng dumeh

Kupu isih dadi uler
Horeg jagade nalika uler bisa salin rupa dadi kupu
Ora ana sing ngira uler gelem tobat
Tobat tumrap sekabehane lelakune
Ing sajroning tobat kupu tansah tapa suwe
Bombong atine sawise tobate katrima dening Gusti

Upama aku bisa aku bakal melu tapa
Tapa kang bener tapa
Ora ana manungsa kang pengin kalungguhan dosa
Manungsa pancen panggonane dosa
Ora ana manungsa kang ora nduweni dosa kajaba wong kang pinilih











Wengi iki

Ing wengi kang wingit iki aku wiwi jumangkah
Nalika jangkrik isih padha ngerik
Dakjangkahake lakuku
Ana ing dalan sapecak mburi omah
Heee tibake wengi iki isih kaya wingi

Senajan wis owah jamane
Ora ana sing lali karo budayane
Rehne aku wong jawa aku kudu njawani
Aku lan kowe wong jawa
Yektine mesthi wae kudu nguri-nguri budaya
Amaraga yen dudu awake sapa maneh
















Kasetyanku

Nalika anggonku napaki dalan panguripanku wus ora jeru
Usadanana tatu kang ana ing sajroning atiku
Rehne amung nganggo luhmu satetes aku wus trima
Urip lan atiku iki mung kanggo sliramu
Dhik pancen sliramu kang dadi pepujananing ati
Ing donya iki ora ana bisa ngganteni katresnanku marang sliramu
Nanging kena apa sliramu tega marang aku

Apa isih kurang tandha kasetyanku marang sliramu
Gedhe pangarepku kowe gelem bali marang aku
Umpama sawayah-wayah sliramu iling aku isih ngenti
Setya kang satuhune ngenteni tekamu ing kene

Kumlawung angen-angenku nembus sandhuwure mega
Uripku wus ora bisa dakarani urip
Rina lan wengi amung mikirake sliramu
Nalika wengi sing wingi isih esemu wus mencut atiku
Ing ngatase pangarepanku pengin dakrajut ewonan lintang
Alang-alang mangsa ketiga nggambarake kahananku saiki
Wis ora bisa endah sadurunge tumekane mangsa rendheng
Aking kurang banyu-banyu katresnan
Nalika nggurit iki aku isih setya ngenteni tekamu






Elinga

Ingsun tansah manekung mararang sang pamurga Jagad
Nalika wus tumekane apa kang nate kawucap wingi uni
Tansah tak jejegake lakukuku manembang marang slira-Mu
Ing palaganing panguripan iki ora mung cukup sangu ilmu amarga
Kahanan donya wis owah
Apa kang bener ora katon bener

He... tinimbang mung ngumbar pamikir kang nganyuwara
Apa ora luwih becik nindakake parentahe gusti
Tan kena kalirwakake
Ing donya paribasan mung mampir ngombe

Rina lan wengi bakal dadi seksi ing dina mburi
Umpama nandur becik bakal panen becik
Mengkono uga yen nandur ala bakal panen ala
Apa kang dadi pilihanmu aku ora bakal nyengkalani
Nanging aku mung ngelingake
Dadi manungsa ing ngarcapada mung nglakoni prentahe Gusti
Apa maneh yen iling yen umur iki tansaya sinuda
Nalika tumekane sidem kayon
Gedhe panjalukku supaya kabeh enggal bali ing dalan kang padhang







Aku

Aku isih ngadeg jejeg ing pinggiring segara
Rumangsaku aku mung kaya dene alun kang mara lan lunga
Dak sawang ing mendhung ing sisih wetan katon abang mbranang
Iku dadi pratanda mijiling dina
Aku isih keweden yen kelingan wingi
Nalika aku isih kelem ing sajroning pangimpen

Kalong-kalong wiwit bali menyang sarange
Urip mung saderma nulis tapaking janji
Rikala bagaskarane wis wiwit katon
Niatku tansaya manteb
Ingsun tansah pengin ngowahi sekabehane lelakuku
Awit saking dina iki aku kudu dadi aku kang anyar
Nalikane sumunare wiwit manasake raga
Tak pecaki dalanku kang wiwit padhang
Ora ana krikil maneh kang gawe tatuning lakukuku












Kahanane wengi iki

Keprungu swara-swara panjerit ing tengah wengi
Reroncen swara-swara kang banget nrenyuhake ati
Ing tengah wengi iki
Sampun agawe manah iki nandhang tatu kang jeru banget
Tintriming kahanan wengi wis ora bisa dak rasakake maneh
Ing wengi iki sing ana mung udan tangis
Akeh wong kang padha kelangan bandha
Nanging uga ora sethithik kang kelangan tata krama
Akeh wong jawa dadi jawa kadal

Prasasat wong jawa isih kaya wingi uni
Rikala jaman jaya jayaning Jayabaya
Awit rikala semana budaya isih kuncara
Tata krama isih dadi ambeganing wong jawa
Ingkang tuwa ngajeni marang sing tumaruna
Welas asih isih nentremake sekabehaning para titah
Ing jaman kuncaraning budaya jawa











Aku isin

Nalika kau ngliwati putuk-putuk
Gegambaranmu wus gawe kebrongoting ati
Upama bisa aku bakal mbedal
Lumawan sekabehane pepalang
Ingkang wus dadi pepalang
Aku pengin maju perang

Kebrongot ati rikala meruhi kasunyatan
Hmm sapa kowe
Ora nate dakweruhi manungsa kaya kowe
Ilmu wae dina iki isih dadi dagangan
Rumangsaku kowe kok kurang gaweyan
Isin aku weruh kelakuwanmu
Nalika kowe koceh bandha merga dodolan ilmu














Aku pengin tobat

Nalika bun-bun isih nyandi sesanti
Aku durung bisa manekung marang pamurga jagad
Nanging aku malah enak-enak lumah-lumah
Amarga aku keblinger kaendahaning donya
Nasak-nasak lakuku tanpa tujuwan
Gunung-gunung kabeh wus dakpecaki

Merbabu wus ilang saka pandulu
Uripku ajur mumur
Selawase aku mung bisa ngumbar angkara
Tankira rusaking donya merga pokal gaweku
Aku wedi
Kelakuwanku wus gawe sengsaraning liyan
Ing wayah nulis gurit iki aku pengin tobat
Muga-muga aku isih bisa dingapura dening sing Kuasa













Ati kang suci

Dakrungket sekabehane napsu ing jroning lelaku
Eling marang apa kang dadi prentahe Gusti
Wedi aku marag murkaning Sang Pamurga Jagad
Ingkang sampun kawedhar ing sajroning kitab suci

Nalika dina arep gumanti
Ora bisa diselaki maneh
Vrukadara wus ilang gapite
Ilang sekabehane pekertine
Trima mung nglungsuh ing njaban pakeliran
Ana ing kene aku weruhi
Senajan dinane isih tintrim
Aku wiwit tumata ing jroning lelaku
Rikala semana wus dakgambar kekarepanku
Ing dalan iki bakal dakkpecaki kanthi ati suci













Pitakone marang aku

Pandhawa wus bali saka kurusetra
Rama uga wus nyirnake rahwana
Anane mung kari tentrem ing lumahing bantala
Manungsa uripe wus dadi luwih minulya
Esuk makarya bengi manembah marang sing Kuasa
Susah wis ora ana
Tentrem lan ayem tumrap sekabehane manungsa dinane iki
Ananging donya isih mobah masik

Ana panandhang panjerit
Nalika manungsa lali manembah marang sing Kuasa
Ing njaban omah ana bocah lumah-lumah
Sajak memeles lan banget nrenyuhake ati
Aku iki sapa lan iki jaman apa pitakone marang aku














Piwelingku

Reriptaning Pangeran tan kena ingina
Ing alam donya ora ana kang sampurna
Amarga kasampurnan iku mung dhuweke Pangeran
Nalika nyipta makhluk Pangeran mesthi duwe tujuwan

Den kena dipikirake marang sekabehane makhluk
Apa kang dadi kaluwihane siji-sijine
Manungsa minangka makhluk kang paling minulya
Ananging aja sok adigang,adigung lan adiguna
Reriptaning Pangeran duwe kaluwihan dhewe-dhewe
Ing sandhure bantala aja mlaku kanthi rasa gumedhe
Sandhuwure mega isih ana mega
Welingku kanggo sliramu elinga sapa kowe iku
Aja nglalekake saka ngendi asalmu
Reh ne kowe lan aku wong jawa dadiya wong jawa kang jawa
Aja jawa jawal jawaning kadal












Katresnan sapadhaning manungsa

Reroncen tetembungan endah kang nate kaucap
Ora ana kang luwih endah tinimbang tetembungan katresna
Nalika ati ketemu ati
Ingsun tansah bisa mangerteni kuwasaning MahaKuasa

Wewadi ing jroning ati wus sirna
Ing ati kang ana mung tresna
Jroning ati lumeber katresnan marang sapadha
Ana rasa pangrasaning para manungsa
Yektine rasa padha-padha wong jawa
Apa iya isih kudu bisa ngrumangsani

















Aku Pamit

Amiwiti lelaku kanthi mantebing kalbu
Crah congkrah ora bakal ngendheg lakukuku ngudi sliramu
Hee tibake aku ora dewe
Manungsa apa bisa urip yen ora ana tresna
Apa ana wong kang ora pengin ngrasakake endahing tresna suci
Dak kidungake lelagon asmaradana mung kanggo sliramu

Samungkure tetembanganku kang kagawa lumakune angin
Yen ana rasa ing sajroning atimu
Aku mung pengin sliramu nolehake panyawangmu ing ragaku iki
Iling apa kang diwastani katresnan iku
Fulan bakal antuk tumetese bun-bun katresnan
Umpama aku lola aku njaluk pangapuramu
Rehne aku lola bakal dak trima apa kang bakal kok wenehake

Rikala mega-mega katundhung lumakune angin
Iki wancine aku ninggalake sekabehane jaji kang durung kawedhar
Zam-zam wae wus ora bisa ngusadani larane atiku
Aku bakal mumbul dhuwur ninggalake pepujaning ati
Lunga adoh kanthi ati gela nalika meruhi tumindhakmu marang aku








Kekarepanku

Sumilir angin wengi iki dadi pratanda
Elarku durung tuwuh
Panyawangku isih lelimengan
Tekane dina iki aku wis ora bisa nyelaki maneh
Ing dina iki aku mung manut
Kayadene wayang kang manut apa jare dalang
Aku mung bisa pasrah

Rikala weruh kahananku kang isih kaya mangkene
Alam saisine bakal dadi guru
Tekadku kudu dakjejegake
Nalika ingsun pengin nuwuhake elar iki
Amarga sira pengin dadi kumbang pangumbaran.















Ngenteni balimu

Sasuwene iki aku mung bisa pasrah
Ing ngatase janji-janjimu marang aku
Trima mung kok gawe tatu ati iki
Ing ngatase tembung tresna aku wis lila dadi kaya mangkene

Manungsa mung bisa ngrancang pikir
Upama aku bisa tak kekep sliramu nganggo tali katresnan
Ananging aku wis ora duwe kuasa
Nalika sliramu wus katut mabur menyang awang-awang
Ing kene mung kari tetembungan kang nate koucapake
Fulan wus dadi mega
Ana ing kene aku bakal njaluk sliramu bali menyang pangkonanku
Hya mung sliramu kang wus mencut atiku















Mumpung Srengengene durung angslup

Mumpung isih ana wektu
Ora usah gawe gelaning ati
Harjuna lagi kulak pawarta
Amarga pengin menang ing palaganing kurusetra
Manungsa mung saderma nulis tapaking janji
Aku lan kowe mung dadi wayang
Dene gusti kang dadi dhalange

Senajan aku lan kowe mung dadi wayang
Hyang widhi isih menehi kalonggaran tumrap aku lan kowe
Ora ana wong urip tanpa makarya
Dak lagoake langgam panguripan
Ing sapinggiring kali mburi omah
Qalbu bakal didulawenthah

Firman-Mu kang dadi panyucine
Iku mung bisa meneng wae
Jan-jane aku isih pengin suwita marang guru
Rikala srengengene durung angslup
Ing dina iki baakal daktata sekabehane lelaku








Endang baliya

Tindak-tandukmu kudu enggal tumata
Ing lelakuning urip ora kena amung gegojegan
Kamangka urip ing donya iki ngono kejem
Aku wae isih bingung karo dalan kang dakpecaki

Firman-firman iku wus katulis ing sajroning kitab
Yen bisa coba resepana
Amarga iku kang bakal nuntun anggenmu mecaki urip

Perkara sing biyen wis lalekna wae
Rikala aku lan kowe isih padha mendhem
Amarga keblinger endahing panggodaning urip
Trima mung dadi wayange syetan
Aku lan kowe kudu enggal bali
Merga iki urip kang sejati
Aku lan kowe kudu enggal bali marang dalane agama












Rungokna Swarane Atimu Dhewe

Wis suwe anggenku nhenteni dina iki
Ing ngarep dalan iki aku ngenteni tekamu
Senajan isih wiwit mletek srengengene
Nalika aku budhal mapag tekamu
Urip iki tibake terus mlaku

Februari wingi aku isih bisa nulis gurit iki
Emane gurit iki durung bisa koweruhi
Babagan dina kang kawuri aja kokurusi
Rehne sing biyen ya wis ben
Yen isih eling aku njaluk tulung

Caramu sing biyen aja kokbaleni
Aku mung bisa ngelingake
Hyang Widhi isih menehi kalonggaran tumrapmu
Yen isih pengin tobat ya tobata
Ora ana kang bakal ngisin-ngisin
Nalika sliramu bali marang dalan kang padhang
Ora usah kokrungakna omongane wong rungokna swarane atimu









Bun-bun sing tumetes

Wiwit saking tumetese bun mangsa ketiga
Ingsun isih manembah marang pamurga jagad
Sesuci marang sekabehane kaluputan
Nalika ana pngucap kang wus gawe lelara para mitra
Uga para sekabehane titah ing narcapada

Weweh tanpa dumeh lan
Aja dumeh yen gelem weweh
Rikala bun-bun isih tumetes
Denawa padha enggal dibrasta
Amarga denawa mung gawe angkara ing donya
Ningna pikir lan pangrasamu wiwit dina iki
Amarga mung wening kang bisa mbrasta angkara















Wancine sekaripun mekar

Wis wancinipun sekar punika mekar
Arum angganda salumahe bantala
He... manungsa enggal tangia
Yaiki wektu kang koantu-antu sasuwene iki
Upama bisa wis mesthi ora bakal ngucapake tembung pisahan iku

Wis wancine awake dewe napaki dalan pepestening urip
Urip kang nyata ora urip kang sajroning pangimpen
Lelaku kang kudu dilakoni kanggo mbrasta angkara
Aku kudu ninggalake sliramu
Nalika aku kudu mlaku menyang dalanku dewe
Dalan kang wus ngasorake rama
Amarga rama kalah yuda lumawan mungsuh kang nyata
Rama kalah merga kelangan pusaka
Ilmu tata kang wus ilang saka lumahing bantala













Titip pangeling

Yuswanira tansah sinuda
Eman yen mung lumah-lumah
Nalika iki jamane wis owah
Ing donya mung kebak sandhiwara

Heee.. enggala tumata
Aja mung kasengsem karo sandhiwara
Rina wengi mung bisa ngguyu alaning liyan
Ing donya pancen papane sandhiwara

Ananging dakjaluk enggala tumata
Senajan mung sethithik wenehna welasmu
Tumrap sekabehane manungsa
Upama bisa aku pengin
Titip pangeling marang sapadha
Ingatase lumahing bantala













Pamujan ing satengahe wengi

Rikala swasana jagad gumelar wus wening
Ing donya wus ora kepryngu ngerike jangrik
Alam donya katon sepi nyenyet

Yen langit wus malih rupa
Umurmu uga tansaya nyedaki mangsa angslupe
Sliramu kudu bali menyang dalan kang bener
Manembah marang Sang pamurga Jagad
Ing ngatase wengi kang wingit iki
Akeh pawongan kang padha manembah ing ngarsane Gusti

Vrkudara ilang gapite rikala kalah main dadu
Ilang kadegdayane lan mung kari nglungsuh tanpa balung
Dampyak-dampyak mendung kang mlaku ngulon
Ing antarane kuwi dak weruhi ana wewayangan kang anggegirisi
Ana gegambarane lelaku kang sasuwene iki wus dak pecaki
Nalika aku isih dadi budhake nafsu
Ingsun tansah netesake luh yen iling wektu wingi
Tak jangkahake lakuku tumuju papan pamujan
Aku pengin tobat








Tengah sasi februari

Yen pancen janji iku durung kamedhar lan
Uler-uler ing pang-pang aking iku durung salin rupa
Semana uga aku isih duwe pangarep kang gedhe
Upama bisa bakal daktitipake ati iki
Februari tengah sasi aku ngenteni ing kene

Wus suwe aku nyimpen sesidhemaning rasa
Ing jeroning ati iki isih ana rasa kang ora nate kababar
Dakudal rasa pangrasaku dina iki
Ing gurit sapacak iki
Aku nyoba ngudal rasa
Rasa rasaning tyas
Senajan amung sapacak wus
Ora ndadekake gelaning ati iki














Kuwasane Gusti

Zam-zam iku dumunung ing satengahe ara-ara
Umpama aku bisa munggah kaji aku bakal bisa nyecep
Luwih wigati endi munggah kajine apa nyecep zam-zame
Yen kowe wae bingung apa maneh aku

Kuwasaning Gusti iku tan winates
Rina lan wengi kang ajeg dadi pratandhane
Ing satemene ora ana Pangeran kejaba Allah
Sing nguwasani jagad saisine
Tan kena kalirwakake sekabehane makhluk
Apa kowe weruh jati-jatining diri kuwi
Nalika atimu wus kawungkus nepsu
Tapa lan lelaku kang dadi pangusadane
Ora ana tamba saliyane tapa brata lan lelaku kang lurus.













Gurit pangudal rasa

Esuke isih mruput
Fulan isih mungker ing kamare
Eman banget ta le
Nalika kabeh wus wiwit jumangkah
Dheweke malah enak-enak
Ing ngendi nalare ora ana sing meruhi

Bebarengan karo lumakune angin
Uga dak titipake rasa pangrasaku
Den bisa diweruhi sekabehane titah
Ing mgarcapada

Selawase aku mung bisa sesideman
Eman ngudar rasaku kawuruhku
Trima mung gawe gegojegane manungsa
Ingkang wuta tata batine
Awit saking jroning ati
Wiwit dak tulis gurit pangudal rasa
Aku dudu kowe
Nanging kowe uga dudu aku








Pesen ing sajroning urip

Upama bisa bakal dakendheg lakune angin
Lan bakal dakroncekake ewonan lintang ing awang-awang
yen aku ana luput utawa khilaF
Aku njaluk gunging pangaksama

Kumlawunge mega ngawe-ngawe ing sisih kulon
Rikala srengenge wus teka mangsane angslup
Ing tumekane janji
Sirep sekabehane perkara ing salumahe bantala
Titip pawarta iki marang sekabehane mitra
Ing titi wanci iki
Aku pesen marang sekabehane mitra
Ngelingana parentah lan larangane Gusti
Ingkang sampun kasebat ing salebetipun kitab














Pejabat Bosok

Uiiih..... lakune saiki wis bedha
Lakune saiki wus madhep menyang nduwur
mbuh pancen khilaF
Apa ancen rumangsa kuwasa

Rapat mung gawe abang-abange lambe
Apartemen sing dadi panjaluke
Hmm enakmen uripmu
Menawa isih eling sapa sing milih kowe
Aku iki lho sing wis ndadekke kowe
Weteng kang gembuk kuwi dadi seksi
Atimu kang bosok
Trima ngapusi barang sauntalan
Ing sajroning lelakumu saben dinane














Aku Pamit

Februari tengah sasi iki aku isih manekung ing kene
Eri-eri garing kae kang dadi seksine
Nalika aku lungguh matekur
Ing sandhuwure dampar kencana

Februari iki aku wis lali
Eluk-eluke dalan menyang sandhuwure mega
Bumi iki wis ora dakpecaki maneh
Rikala aku wus mumbul sandhuwure mega
Ing wanci iki aku njaluk pamit
Apuranen luputku ya lur

















Sanggar Pangimpen

Vrekudara wus lali marang sapa dhalang
Eluke swara sindhen wus dianggep lumrahe swara angin
Niyaga lan dhalang bakal dadi mungsuhe
Yen kedadeyan iku dumadi apa jarene donya

Cumlorote kartika kemukus gawe lelimenge lakuku
Aku wis lali apa wae kang ana ing tembe mburi wingi
Hee... tibake iki mung ngipi
Yen pancen bener mesthine bakal katon bener
Apa iya sing salah bisa dadi bener
Teka ing nduwur mega aku rumangsa ngawe-ngawe
Ing sajroning tumetese bun
Nalika tumurun nelesi pang aking mangsa ketiga
Ing ngarepku ana pawarta
Nelesik liwat jantung tumuju sajroning
Gurung
Sih samudra pangaksama kudu dibukak sajembar-jembare
Ingatase lelaku
Hya tibake urip mung saderma nulis tapaking janji









Ting Pepadhanging Urip


ing sajroning ngurip mesthi ana tembung khilaF
Elinga yen sliramu ana rasa lepat
Nalika tetembungan iku isih bisa kawucap
Ting-ting kuwi wis dadi pepadanging wengi
Yen isih ana apa oleh aku njaluk

Yektine urip iku manembah marang sing Kuwasa
Eman yen urip mung kanggo adarma
Nalika kaweningan iku lumantar ilining
Zam-zam ing negara Mekah
Iku njaluk tuntunamu supaya bai menyang pepadang
















Keblinger Endahe Sanggar Panyetan

Dul dakjaluk sliramu enggal eling
Elinga apa wae sing wus dakgulawentahke
Senajan mung sakecapanku biyen apa wis kolalekake
Sewelas taun sliramu sinau menyang aku
Yektine sliramu isih eling

Rikala bun-bun nelesi bumi lan isine
Aku weruh kowe lungguh ing pamujan syetan
Tan kena dak aruh-aruhi kowe malah mesem marang aku
Nuranimu iku wus menyang ngendi ta dul
Aku wae sing ndelok isin
Sapa wae sing wus nyemplung ing sanggarmu
Aku ora sudi melu kowe
Rasakna wae apa kang bakal dumadi ingatase awakmu
Ing kene aku mung bisa ngelingake













Pitakonku marang donya

Aku isih during wareg
Pengin dakuntal donya lan isine
Rikala nyawang rusaking donya kang tan kinira
Ing sajroning panjaluk
Lali aku kaya ngapa endahe swara cumrewite manuk
Ing dina iki aku rumangsa sumpeg
Ana donya nanging ora ana isine
Nalika kau weruh isine wus ilang bablas melu layune angin
Aap iya isih ana donya kang endah?

cerkak

.Walesan kanggo Fitri

Wewayangane Wawan tansah ngelingake Fitri marang Adit, cowok sing wajahe ora ganteng kang wis wani nguntabke rasa trena marang dheweke ing ngarepe kanca-kancane. Wong loro mau yaiku antara Wawan karo adit bedhane akeh banget bisa diumpamakne bedhabe kaya bumi karo langit. Wawan diibaratake wong paling ganteng kang tau ditemoni karo Fitri nanging yen Adit kosok baline yaiku rumangsane Fitri ora ana manungsa sing luwih ala tinimbang Adit. Saliyane kuwi Fitri nganggep yen Adit wong sing ra duwe isin.
Lha, kepriye ora Fitri ngono saliyane primadona kampus uga anakke wong kang kondhang ing dhaerahe yaiku ing Wonogiri. Gene Adit mbuh anake sapa ora genah. Amarga sasuwene iki Adit manggon ing Sekolahan. Dheweke nyambi dadi tukang jaga bengi Sekolahane. Nalika, Fitri ditembak karo Adit ing ngarepe kanca-kancane. Fitri abang kupinge, campur isin, campur mangkel Adit diuring-uring sampek entek elek. Nganti-nganti didoni wajahe karo Fitri ora cukup kaya mangkono Fitri uga mrentah kanca-kancane nyemplunngake Adit menyang saluran septic tank kang durung dadi. Bubar ninggalake Adit nyemplungake SAdit Fitri guyu ngece..
Pancen kedadean iku wis kedadeyan luwih saka patang taun kepungkur nalika kelorone isih lungguh ing bangku SMA 1 Barong. Nanging carane nyawang, carane mlaku lan carane ngomomg jan mempe karo Adit. Mung bedhane bodine Wawan luwih macho lan athletis tinimbang Adit.
Bali maneh marang critane Wawan. Sing jenenge Wawan kuwi ketemu karo dheweke nalika daftar ulang nalika semester papat kapungkur. Ora dinyana yen wong bagus sing jenenge wawan kuwi bakal nunggal kelas karo dheweke ing Jurusan Akutansi Managemen. Sing digumuni karo Fitri wayah sepisanan ketemu ing daftar ulang, nalika Fitri mbalang esem marang bocah sing jenenge Wawan kuwi malah mlengos. Kamangka sasuwene iki ora ana wong lanang sing mlengos yen disapa uatwa diesemi karo Fitri. Lha, wong eseme Fitri ngono lumrahe pait-pait madu. Wong lanang ngendi bae yen diesemi bakal klepek-klepek kaya iwak kang dientasake saka kolam. Lha iki kok malah mlengos! Apa esemku saiki wis ora pait-pait madu, “pikire Fitri.
Ya perkara adem sikepe wawan marang dheweke sing ndadekeke atine Fitri ora tentrem lha sing jenenge primadona kampus kok ora bisa nglumpuhake atine Wawan. Pirang-pirag dina iki sing dilakoni karo Fitri mung nglamun ing jero kamarkostse nganti-ngani lali mangan mbarang anggene mikir kepriye supaya bisa nyedaki Wawan. Wayah enak-enak nglamun ndilalah kanca sakoste Fitri sing jenenge Santi lagi teka saka omahe ing Boyolali. Banjur Fitri ditakoni karo Santi ana, apa ta Fit? Sajake kok kaya ana sing dipikirne. Ngomonga wae sapa ngerti aku bisa mbantu!
Ora ana apa-apa kok! Mung ana sethithik masalah pribadi, semaure Fitri. Ya wis lak ngono, jawabe Santi. Mung pesenku aja kerep nglamun ora apik, mengko bisa-bisa kesurupan kapok, “piwelinge Santi. Asem, “batine fitri. Bengi kuwi Fitri ngawit gawe rencana kepriye supaya sesuk oleh simpati saka Wawan lan in tembe mburine bisa ngajak sing jenenge Wawan iku malem mingguan. Sawise nemokake cara supaya oleh simpati saka wawan Fitri age-age turu.
Esuk dina candhake nalika Fitri lagi sarapan ing kantin kampuse dumadakan atine kaget, kaya disamber bledheg. Kepriye ora, lha cowok idolane mlaku bareng karo bocah ndesa sing jenenge Ika. Lha kepriye ora kaget, yen dibandingake karo dheweke mesthine ya adoh banget. Fitri sang primadona kampus anakke wong paling kondhang sakutha wonogiri anake juragan mutiara ing Wonogiri kok kalah karo anake wong Tani sing saben dinane koceh karo lendut lan kancane kebo.
Babagan kepinteran ya ora kalah dheweke wis bola-bali entuk penghargaan sak pemerintah. Malah, ing kampuse kono Fitri uga kondhang minangka aktivis kampus sing sok seneng demo. Yen wis orasi ora ana sing ngalahake. Lha iki kok kalah karo Ika cewek ndesa, kuper, kutu buku lsp. Kepriye larah-larahane kok bisa sing jenenge Wawan kepincut karo Kenya sing kaya mangkono jian mokal miturut pandhakwane Fitri.
Kurang ajar!, batine Fitri kok wani temen ngrebut cowok idolaku,”kandhane Fitri”. Wis, mengko bubaran kuliah tak labrake sing jenenge Ika. Temenan bubar kuliah Fitri langsung nggoleki sing jenenge Ika. Sawise ketemu Ika, Fitri langsung ngelek-ngelek sing jenenge Ika sampek entek kurang golek. Tangan kiwane wis ancang-ancang arep ngampleng Ika . Tujune sadurunge Fitri kelakon ngampleng Ika tangane disaut karo wawan lan dikapatake. Sanalika Fitri kaget lan mbengoksura kelaran. Arep ngampleng pawongan kang wis wani ngipatake tangane mau. Bareng arep ngampleng pawongan mau nanging nyatane sawise meruhi sapa kang disawang Fitri malah mlayu sipat kuping kisinan amarga pawongan mau ora liya ya Wawan.samungkure fitri, ika ditakoni karo Wawan sing lara apane, Ka? Ora kok, mas. Temenen ta? Ya, mas! Ya wis lak ngono, sesuk bakal tak labrake bocah sing jenenge Fitri.
Wis ta mas, panjaluke Ika. Ora,Ka bocah iki pancen kudu diwenehi pelajaran supaya bis ngajeni wong liya. Dina candhake nalika kepethuk karo Fitri langsung wae ora kekakeyan cangkem langsung dilabrak sing jenenge Fitri karo Wawan. Sejatine ana apa ta Fit kowe kok tega mulasara Ika? Ngono pitakone Wawan marang Fitri. Apa aku lan ika mungguhmu tau gawe salah utawa ganggu uripmu yen ana ngamanga aja meneng wae! Endi sorakmu sing kaya lagi orasi! Hmmm dadi kaya mangkene kelakuane ratu orasi kuwi seneng ngrusak kamulyane wong liyan.
Ayo Fit! Ngomonga pambengoke wawan. Ora mas, sepuranana aku, aku ngelakokake iki amarga aku tresna banget karo awakmu. Ora ana wong liya sing luwih dak tresnani kajaba wakmu mas, ‘semaure Fitri”. Dadi awakmu tresna karo aku? Pitakone Wawan. Ya.mas!, semaure Fitri. Lha awakmu apa isih during ngerti yen aku wis pacaran karo Ika. Ora bisa mas, awakmu kudu dadi pacarku,jawabe fitri. Kenapa apa sampeyan kok milih Ika tinimbang aku.
Yen dibandingake ora ana cewek sing sempurna kaya aku ing kampus iki, kandane Fitri. Ibarate aku ngono kaya ratu kabeh kanca raketku kabeh saumpama ora bedha babuku kabeh nanging dheweke ora ngerti yen wis tak dadekake budaku sasuwene iki ngono, “tambahe Fitri”. Yen pancen kaya mangkono tumindhakmu pancen kowe ora pantes dadi pacarku.
Aku milih Ika amarga dheweke nganggep sakabehng kanca iku kaya dulur dewe dadi saben ana ing sandinge sapa wae bakal krasa nyaman. Saliyane kuwi sing jenenge Ika ora mung orasi ning uga mbuktekake kanggo tumindak ora mung omong wae kaya kowe.
Sing ndadekake jengkelku karo kowe kepati-pati. Tumindakmu wayah biyen mujudake kelakuan kang ora pantes dilakokake karo manungsa, kewan asu wae ora tumindak nglakokake tumindak kaya sing kok lakokake. Amarga tumindakmu biyen wis gawe pepesing atine manungsa ing tansah nresnani awakmu. Ora ateges tresna kuwi mung diduweni karo wong kang bagus utawa ayu blegere. Uga ora ateges mung sing nduweni rupa sing kurang bagus utawa kurang ayu ora pantes ngrasakake endhahing katresnan. Nulak katresnan wong kuwi oleh-oleh wae nanging kudune yab kanthi cara kang alus ora karo ngidoni wong sing nguntabake rasa tresna marang kowe. Adit………! Ya Adit, Dadi apa sesambunganmu karo Adit. Mangertena Adit sadulur kembarku. Menawa kowe durung ngerti yen Adit kuwi jeneng asline Adityawarman dene aku jenengku Kurniawan .Ah….! Ora mungkin lha kepriye larah-larahane wong Adit kuwi anakke sapa ora genah sekolah wae nyambi dadi tukang sapu lan tukang jaga sekolah.Ngertia Fit! Kuwi ngono istimewane masku ya ra liya mas Adit senajan anake wong sugih dheweke anake wong sugih dheweke pilih belajar urip dhewe lan ngertenana saiki usahane bapakmu wis bangkrut amarga perusahaane bapakmu wis kalah saingan perusahaane mas Adit saiki kowe wis dadi wong kere Fit. Eling Fit kere panyerune Wawan! Meruhi Fitri nangis njaluk diwelasi Wawan mung mesem lan kandha eling Fit kabeh manungsa kuwi bakal ngundhuh apa kang sing wis ditandur dene nandur apik bakal manen asil kang apik uga dene nandur barang ala uga bakal nampa asil kang ala. Sabubare ngomong ngono Wawan loangsung nagleh saka papan kono.
Sapaninggale Wawan kancane fitri padha ngrubung dheweke lan takon ana apa kok nangis ing kene . sabubare fitri blaka suta kedadeyan apa wae ngenani dheweke. Bareng weruh yen Fitri wis dadi wong kere alias ora nduwe kancane malah ngaleh. Ninggalake Fitri ijenan. Sadurunge nglaeh kanca-kancane sempet kandha yen mug cukup semene wae sesambungane dhewe. Amarga sasuwene aku nganca awakmu mung supaya bisa ngrasakke dhuwitmu. Umpama dikon milih aku pilih dadi kancane Ika amarga karo Ika aku dianggep kaya dulur dhewe ora kaya kowe sing nganggep aku kaya babumu. Sapaninggale kanca-kancane Fitri mung bisa nggetuni nasib amarga kelakuane dhewe lan bapake uga kudu nandhang kesusahan amarga bisnise bangkrut amrga tumindhake ing jaman biyen. Sing dilakokake fitri saiki mung nangis lan saiki malah kadang-kadang stress. Mbuh paling kuwi pinwales saka usti supayaumate tansah ati-ati karo tumindhake.

cerkak

Mendhunge wis padhang

Sawise mudhun saka mobil sing gawa aku saka omahe wong tuwaku aku langsung jumangkah mudhun mlaku menyang omahku. Omahku sing wis ana seminggu ora tak saba katon rusuh banget lan katon ora krumat. Godhong-godhong garing pating sumebar ing plataran omahku. Kembang-kembang sing daktandur katon alum kabeh amarga ora ana sing nyirami. Omahku wis kaya omah suwung. Meruhi kahanan kang kaya mangkono kuwi aku mung bisa ngekus dada, mbok menawa Mas Danar bigung mikirake aku nganti lali ngrumat omah. Aku ambegan landhung lan dakbrukake awakku ingkursi sing ana teras omahku. Ora tak nyana Mas Danar wis ana ing mburiku lan ngomong yen Astri wis turu. Astri ngono anakku kang isih umur 4 wulan.
Kar,awakmu weruh iki ta? Sasuwene iki wektuku mung kanggo mikirake awakmu! Sawise ngomomg ngono daksawang Mas Danar katon lemes lan kagawa kahanan. Kumlebat maneh dina-dina kang pait ing angen-angenku. Satemene aku lan Mas Danar durung siap nglakoni urip bebrayan. Nanging aku wus ngandhut luwih dhisik dadi aku lan Mas Danar kudu rabi dhisik. Ya ngene iki nasib sing kudu daktanggung amarga nglanggar omongane wong tuwa. Aku lan Mas Danar sing maune durung siap nglakoni urip bebrayan lagi krasa sawuse anakku Astri lair, aku lan mas Danar ngono saumpama isih sekolah ngono ku isish kelas siji SMA dene Mas Danar isih kelas telu SMA. Pancen nalika isih mlaku limang sasi anggenku bebrayan karo Mas Danar sembarange isih katon endah. Mas Danar isih tresna lan ora tau duka-duka karo aku.
Dene saiki sawuse anakku Astri lair meh saben dina Mas Danar duka-duka marang aku. Yen aku nggrahita awakku dewe aku ya rumangsa salah. Amarga aku during bias nglakoni peranku sing anyar saliyane dadi bojo kang duwe kewajiban marang sisihane au uga kudu bias nglakoni peran dadi ibu kanggo anakku. Amarga sasuwene iki kelakuwanku isih kaya nalika aku durung omah-omah. Aku isih seneng dolan karo kanca-kancaku lan lali karo sing dadi kewajibanku. Pisan pindho Mas Danar isih gelem ngomongi nanging sing jenenge kesabarane manungsa iku westi wae ana watese. Nalika aku lagi gojegkan karo kancaku mas Radit sing lagi mulih kerja sawise nyawang aku katon nesu lan mbanting lawang. Sakawit kanca-kancaku krasa yen arep ana perang donya langsung pamit mulih karo aku.
Sawise kanca-kancaku bali mulih aku langsung nemoni Mas Danar. Lan dak takoni. “Mas, sampeyan iki kok ora bisa ngrumangani aku? Aku iki dadi wong wedok ya samesthine dianyomi karo bojone. Lha sampeyan iki piye ta? Dadi wong lanang ora pecus, ora bisa nyenengake aku. Ndi, olehmu kerja sasuwene iki saumpama ora direwangi wong tuwaku mokal awake dewe bisa duwe omah iki, wong tuwa kaya-kaya ora tau ngrewangi awakke dewe. Aku nyesel rabi karo sampeyan, sampeyan wis ngrenggut masa remajaku”. Sawise aku ngomong ngono ora tak nyana Mas Danar langsung ngadeg lan tangane langung nyamber pipiko. Plaak…. Pipiku ditampar karo Mas Danar. Mas Danar sing kawit mau meneng wae banjur ngomong. Ya awakmu kuwi sing ora bisa ngrumangsani asile wong lanang. Awakmu kuwi kudune bisa mikir yen bojomu iki mung saderma lulusan SMP iki kerjane apa? Oleh awakmu sesambungan karo kancamu kuwi oleh nanging kowe uga kudu eling yen saiki awakmu kuwi wis dadi bojoku lan dadi Ibune Astri. Aggenmu sesambungan karo kancamu iki sawuse kabeh kewajibanmu wis koktindakake. Kowe kudune bisa nyuda wektu kanggo kegiatan sing ora perlu. Sing paling penting kowe kuwi kudu ngruwat anake dewe sing jenege Astri kuwi. Kamangka anake dewe butuh banget katresnan saka awake dewe.
Sawise ngomong ngono kuwi Mas Danar langsung ninggale aku dhewekan ana ing kamar. Aku sing mari dituturi karo mas Danar mung bisa nangis sesenggukan ing kamar. Yen dak piker-pikir pancen bener apa kang dikandhakake dening Mas Danar. Sasuwene iki aku mung seneng- seneng lan lali karo tugasku. Aku isih kepingin kaya kanca-kancaku biyen sing durung rabi. Sawise kedadeyan dina kuwi aku janji karo awakku dewe arep ngrubah sikapku. Aku kepingin dadi wong kang setya lan tresna marang bojo lan anake. Sawise aku ngrubah sakabehane sikapku saiki balewismaku tansaya ayem lan tentrem. Aku karo sisihanku ora tau tukar padu. Dene kanggo anaku Astri tuwuh dadi bocah sing pinter marga saben dina tak gulawentah kanthi bener. Aku saiki wis bisa nempatake diri adi ibu lan dadi bojo. Senajan kaya mangkono srawungku karo kanca-kanca tetep lumaku nanging kanca-kancaku uga wis padha mangerteni yen aku wis dadi ibu lan wis dadi bojone Mas Danar. Saiki aku mung bisa ngucapake puji syukur ing ngarsane Gusti kang wus nyirnakake mendhung saka ba
le wismaku.

cerkak

Dening : Zuly Kristanto
Krudung abu-abu

Dina senen kaya padatane. Sadurunge mlebu sekolah, aku karo kancaku cacah loro yaiku Davit karo Agus dorongan ing treteg lor sekolahanku. Dhasar bocah ndableg, tetembungan sing ora pantes kewucap entheng wae. Dhisik-dhisikan mbarisake jenenge kewan kawit saka kewan tengu nganti kewan gajah. Uga ora lali kawucap pirantine awak, wong nakal lan liya-liyane. Kabeh mau diucapke kanthi suwara sabanter-bantere lan diterusake ngguyu ngakak bebarengan. Apa maeh yen weruh kancane nggandheng cewek, walah………! Nek ngenteki sampek entek emek kurang golek.
Kahanan sing kaya mangkono jelas nggawe bocah wadon sing genah abang kupinge, mangkel atine. Batinku karo kancaku loro mau, yen ana kanca sing mangkel tansaya bungah atiku. Ana kang besengat-besengut, ana sing plerak-plerok ana sing nggrundel malah-malah ana sing omong yen ambeke iki lambe jebat. Apa maneh yen kepethuk karo kancaku sing jenenge Astri mesthi wae tukaran. Kaya kedadeyan dina iki. Nalika enak-enak nyangkruk sinambi ngobrol ngalor-ngidul lan mbarisake jeneng kewan. Astri liwat karo sengaja nabrakake sepedhahe ing panggonan aku lan kancaku nyangkruk mau. Untunge aku bisa ngendha. Wah… ati iki kaya-kaya digodhog panas banget. Lan kuping iki dadi abang wis ngalah-ngalahke gendhera negarane dhewe. Banjur sing jenenge Astri takgodhag apese wayah aku arep nggodhag Astri bel masuk keprungu. Aku banjur mlayu mlebu menyng plataran sekolahan. Dina kuwi jam pertama yaiku pelajaran Bahasa Indonesia nepaki gurune ora rawuh. Iki wayahe balas dendam batinku. Dadi ing njero kelas mau aku langsung nglabrak Astri saperlu golek katerangan kena apa dheweke kok arep nabrak aku.
Emane dheweke ora gelem mangsuli sakabehi pitakonku lan mesam-mesem katone ngenyek aku. Walah… ora kekahen cingcong, langsung wae kawetu tembung-tembung sing ora pantes kewecap sing dadi andhalanku kawit saka jeneng kewan, jeneng perangane lan aku ngerti yen Astri iku wedhi karo walang. Dadi astir dakoyak saliyane terus dakelok-elokna karo dakden-deni walang. Apese Astri keplese lan sirahe kebenthuk sikilan meja.
“Diterusake, awas! Tak laporake Pak Joko, ancame Tika.
“Yen wani ! tantange Davit……
“Ngapa ora wani” balese Tika karo nuli mlangkah marani Astri kang nangis sesenggukan.
“Tak kethak, amblas sirahmu ancamku,” ancamku karo mlaku ngedoh saka panggonane Astri tiba. Ora daknyana-nyana duamadakan aku diparani Tika. Sing kawit mau mung meneng wae lan dheweke takon marang aku. “Ana apa ta Pram?, yen ana masalah lak isa dirembug kanthi cara apik ora usah nganggo ngedhen-ngedheni lan guneman sing kaya ngono kuwi” kandhane Tika. Kanthi sorot mripat kang tajem lan eseme kang manis nginthil ing tutuke.
Edan tenan! Lagi iki aku ora bisa ngomong ing ngarepe bocah wadon. Apa meneh nganggo omongan kang kurang tata kaya biasane nganggo omongan kang nggenah wae angele setengah mati. Cangkem iki rasane kekunci. Akhire aku mung mesem tipis sarana kepeksa. Kaya kena hipnotis akhire aku njaluk ngapura karo Astri. Ya iki selawase aku sekolah ing kene lagi iki aku gelem njaluk ngapura karo wong liya. Iki ngono amarga omongane Tika. Edan! Tika pancen…… ahh, embuh. Aku ora bisa mbayangake.
Kedadeyan kuwi terus kaputer ing angen-angenku. Kenya siji iku pancen wis ndadekake aku mikir dawa marang kabeh kelakuwanku sasuwene iki. Panyawange, eseme kang manis, solah bawane kang merbawani, ukarane…….. Hmmm, nggemesake!
Tika pancen bedha karo bocah wadon liyane. Kenya siji iki senengane nganggo krudung abu-abu wahhh! Kok kebeneran aku uga seneng karo warna abu-abu. Lha lak ngono rak ya jenenge? Ahh ora aku malah mikir sing ora-ora. Tika ngono ora mung ayu rupane tok. Saka solah bawane kang merbawani iku wis bisa nggambarake ayune atine Tika dadi aku wis ora gumun yen saben-saben guru kang ngasta ing kelasku mesthi ngelem dheweke. Pancen kaya mangkono kuwi kasunyatane. Intan pancen sampurna! Paling ora kanggoku. Kapan ya, aku bisa kaya Tika? Bisa malih dadi bocah kang disenengi lan diajeni karo knca-kanca. Apa aku kudu pinter? Apa aku kudu ayu kaya Tika? maksude ayu atine. Terus terang wae aku iki wis kesel saben dina mung dadi bahan omongane guru-guru lan ukuman kang diwenehake guru kanggo aku wis dakanggep sega jangan.
Sebel! Saking sebele terkadang aku malah aku sengaja gawe ulah. Carmuk ngono istilahe sing keren jarene! Samesthine aku wis wiwit ngowahi kelakuwanku supaya ora kedlarung-dlarung tekan diwasa. Tak jaluk para pamaos kang duwe sipat kaya aku wis wiwit ngowahi kelakuwanmu. Yen kowe arep melu kaya aku sing engine ngowahi kelakuwan, dak ucapake matur suwun.
Aku sumpah marang awaku dewe, aku bakal ngowahi kabeh adatku, tumindaku, omonganku lan liya-liyane. Iki ngono mung kanggo Tika si krudung abu-abu.
Matur nuwun ya Tik! Kowe wis ngelingake aku yen tumindakku biyen ngono ora bener. Senadyan aku ora tau blaka suta marang sliramu, nanging ing sajroning ati iki aku kepingin dadi kancamu lan sithik mbaka sethithik aku bisa dadi kaya sliramu kang tansah dielem karo guru merga ayu budimu lan ayu atimu. Awakmu ora isin ta, duwe kanca karo bocah sing mbregudul tur urakan kaya aku iki? Tulung ya, rewangana aku ngowahi sakabehing kelakuwanku. Nganggo sikepmu kang merbawani lan esemmu kang nengsemake ati uga nganggo panyawangmu kang adhem kuwi. Tulung Tik ya! Tulung tulungana aku.

cerkak

Facebook Anyar

Sore iku udane deres banget. Hawane adem, angine gedhe. Sing keprungu mung swara bledeg sing kawit mau jledar-jledor kang tansaya gawe mirising ati. Swara kewan sing keprungu mung swara kodhok kang ngajak manungsa ngajak ngucap syukur marang udan sing dikirim karo Gusti kang Maha Kuwasa. Aku unjal ambegan landung amarga udane deres aku sing kawit mau kepingin metu ora saiki malih dadi aras-arasen. Sajane wis kawit mau aku kepingin metu saperlu golek tugas mata pelajaran sejarah sing diwenehake kato Pak Ahmad awan mau. Atiku ya rada mangkel!
Lha kepriye ora mangkel! Saben ana tugas mesthi dikon golek artikel saka internet. Sepiasan-pisan ya demen nanging, yen terus-terusan ya malih dadi mangkel apa maneh yen mangsa rendheng ngene. Isine mung nggrundel tok. Tapi ya oke lah kalau begitu! Mengko yen udane wis terang aku buudhal. Supaya entuk biji sing apik sanajan udan ya ora apa-apa itung-itung mengko bisa ol(on-line) utawa jenenge sing luwih kondhang yaiku Facebook-an utawa fb-an. Sapa ngerti bisa oleh kanca anyar utawa yen lagi jodho bisa oleh cewek ngono lho!
Jan-jane aku iki ya ora elek nemen lho. Lha wong nang desa lan sekolahanku sapa sing gak ngerti sing jenenge Ferdy. Bocah paling bagus anake Pak Lurah Gedhangan.Saliyane bagus aku iki ya pinter iku kabukti saka prestasiku ing sekolahanku SMA 1 Geger. Ora pengin sombong nanging sing sabenere ya kaya mangkono kuwi.
Anehe, temekan saiki kok ora ana bocah sing kecantol karo akau kamangka jare wong-wong saka bebet,bobot, lan bibit, aku pancen unggul sakabehe. Wis saiki bali maneh menyang golek tugas lan fb-an! . Sawise tugasku mari sajane aku pengin mulih. Nanging, nalika aku arep mulih dumadakan udane teka maneh apese aku ali ora gawa mantel. Wis kadhung ing warnet ya mbukak facebook wae pikirku. Itung-itung karo ngenteni udane terang.
Sawise fb tak bukak kok kebeneran ana bocah sing lagi on dadi ya kena diajak chatingan ngono lho!. Bareng nobrol ngalor ngidul bocah kuwi jenenge Ratna omahe ing Kertosono. Lan wis kelas 2 SMA dadi ernahe adhik kelasku. Dina-dina candhake aku lan dheweke tansaya akrab ora mung fb an nanging saiki uga SMS-an lan kadhang-kadhang ya telpon mbarang.
Dina ganti minggu lan minggu wis ganti sasi ora krasa sesambunganku karo Ratna wis ana 3 sasinan. Nanging aku lan Ratna mung kekancan wae. Dina minggu nepaki karo liburan semester Ratna ngajak aku dolanmenyang omahe ing Kertosono. Krungu pangajake Ratna mau senengku ya ora kaprah lha lagi pisan iki sasuwene aku uripku diajak dolan karo bocah sing pasuryane kinyis-kinyis sanajan durung tau kepethuk yen krungu swarane kaya mangkono aku bisa mbayangake yen sing jenenge Ratna kuwi kaya Dewi Sinta sing ayune ngedab-ngedabi.
Nanging kaya ngapa kagetku sabubare kepethuk Ratna, jebule dheweke ngundang aku menyang ngomahe iku kanggo nyekseni yen dheweke dijodohake wong tuwane karo anake kancane bapake. Kaya ngapa rasane atiku ora bisa dakgambarake nalika kuwi, rasane lara banget amarga sasuwene iki tresnaku karo dheweke jebule keplok sisih. Daktatatag-tatagake atiku supaya bisa mesem sanajan ati iki remek kaya krupuk singdipidhek gajah tingti sing nang film kera sakti kae lho! ngerti dhewe ta? Kaya apa rasane atiku? Sawise acara jejodhoan mau mari aku enggal bali. Ora lali aku ngucapake slamet lan ora lali ndongake supaya bisa dadi bojone sing nresnani lair lan batin.
Sawise dina kuwi kabeh sing ana kaitane karo sing jenenge Ratna arep dak lalekna kabeh.Saiki facebookku wis tak busek, no hpne Ratna ya wis tak busek saya pengin nglalekake Ratna tansaya kelingan. Umpama imanku ora kuwat paling aku wis mlebu RS Menur. Nanging sawise mlaku pirang-pirang dina lan aku konsen marang UAN sing arep dak lakoni wewayangane Ratna wis bisa daklaleake.
Bareng wis ana 2 taun saka kedadeyan iku aku saiki wis dadi Mahasiswa ing Sawijining Universitas ing Surabaya. Nalika kuwi aku lagi ngospek Mahasiswa anar ing panggenku kuliah. Ana siji mahasiswa anyar sing nyolong kawigatenku bareng daksawamg temenan jebule bocah iku…..! ora liya ya Ratna mangkono pandakwaku. Nanging anehe ing idcard jenenge kok Safitri. Ah paling mung mirp wae ngono pikirku.
Wektu terus lumaku lan aku karo sing jenenge Safitri iku tansaya cedhak, awale mung wiwit saka ketemu wayah budhal lan mulih bareng numpak sepur Rapih Dhaha. Saben aku mulih menyang kutha asalku Tulungagung lan bali menyang Surabaya saka Tulungagung, aku mesthi kepethuk dheweke. Ya saka kono iku aku kenalan karo dheweke lan weruh yen omahe ana ing Purwaasri. Dadi aku tansaya yakin yen Safitri iku dudu Ratna kanca raketmu biyen sing dijodohake karo bapake.Wektu terus lumaku lan saiki wis mlaku sawatara 2 anggenku sesambungan karo Safitri lan sing. Nanging kaya ngapa kagetku nalika Safitri ngenalalake aku kro wong tuwane. Amarga aku nag kono weruh pawongan sing padha karo Safitri kena diarani kaya jambe disigar dadi loro. Lan ora liya maneh pawongan iku mau jenenge Ratna bocah sing banget daktresnani nalika semana. Jebule Safitri iku kembarane Ratna. Ing kono Safitri blaka suta yen sejatine dheweke duwe dulur kembar sing jenenge Endang Ratnawati sing biyen tau manggen ing Kertosono. Dene jeneng asline Safitri Endang Safitri. Bareng mbakyune rabi terus omah-omah ing Purwaasri.
Kedadean iku pancen wis ana 6 taun kepungkur, Safitri wis dadi sisihanku lan wis pinaringan dening Gusti pinaringan putra cacah loro lanang lan wadon sing lanang jenenge Ahmad Mustakim dene putraku sing wadon jenenge sing jenenge Dewi Kumalasari dene Ratna mau saiki dadi mbakyu ipeku. Oalahhh! Apa iki sing diarani ora kena mbakyune malah kena adhine. Saiki aku ung bisa ngucap syukur marang apa wae kang wis diparengake dening gusti.

cerkak

LELAKON
Kira-kira jam rolas awan anggenku ngayahi kerja minangka tukang sapu ing pasar Beji wis rampung. Banjur aku mulih menyang omahku kang mapan ana ing desa Beji kira-kira adohe karo pasar panggenanku nyambut gawe mung 500 meteran. Tekan ngomah banjur aku menehake dhuwit opah saka anggenku nyapu pasar mau kanggo sisihanku saperlu kanggo blanja butuh kanggo buka mengko sore. Untung wae beras kang ditukokake anaku sadurunge anak lan mantuku biyen isih ana dadi aku mung perlu tuku lawuh lan jangane wae. Ancene urip ing jaman saiki sing sarwa larang bisa mangan wae aku wis bisa ngucapake sukur. Apa maneh ingatase aku dewe mung tukang sapu pasar.
Sawise mangan lan sembahyang dzuhur aku leren sedhela leyeh-leyeh ing omahku kang prasaja karo ngenteni iyupe srengenge. Jan-jane anak-anaku wis padha ngakon aku supaya leren saka anggenku nyambut gawe dadi tukang sapu ing Pasar Beji. Jarene wis tuwa mesakake yen mengkone bakal kesel. Nanging aku nulak jalaran aku ora biasa nganggur.
Sawise jam loro sore banjur aku budhal menyang sawah saperlu nggoleake pakan kanggo ingo-ingonku. Wedhus sing ditukokake anaku rong taun kepungkur saiki wis bernah dadi lumayan akeh cacahe saiki dadi papat. Babone ana loro lan anakane uga loro. Ya ingon-ingonku iki sing dakgawe cagake urip yen sawayah-wayah berase entek bisa diedol kanggo nempur beras.
Jam lima sore aku wis bali mulih sawise ngebruake pakan banjur aku adus lan nindakake sembahyang asar. Karo ngenteni tekane adzan magrib aku lingguh ana lincak ngarep omah. Nalika aku lungguh ana lincak mau aku meruhi tanggaku kang lagi masang umbul-umbul. Aku lagi kelingan yen saiki wis mlebu sasi Agustus lan sedhela maneh tujuh belasan. Meruhi kedadeyan iku pikiranku dadi nglambrang tekan ngendi-ngendi, tekan lelakon kang nate

daklakoni puluhan taun kepungkur nalika aku isih enom lan dadi sawijining prajurite TKR.
Pancen ora ana wong sing pengin nindake perang. Kabeh wong iku mestine ngarepake urip kang tentrem lan ayem, nanging nyatane nalika kuwi Indonesia lagi dijajah dening bangsa Walanda. Lan aku minangka nom-noman kala semana atiku kaceluk supaya melu bela Negara.
Nalika kuwi kahanane Indonesia wis mardika amarga dhek tanggal 17 agustus 1945 Pak Karno wis macakake proklamasi. Nanging bangsa Walanda ora trima yen mardika dadine sawise Pak Karno macakake proklamasi bangsa Walanda teka maneh menyang bumi pertiwi kanthi topeng NICA. NICA dewe iki asline mujudake tentarane sekutu kang pengin nglucuti gamane tentara Jepang kang isih ana ing Indonesia. Apese tekane tentara NICA ing Indonesia iki ditumpangi dening tentara Walanda dadine bangsa Walanda duwe tekad kanggo ngrebut Negara Indonesia saka tangane pamarentah kang sah.
Tekane bangsa walanda kang nggawe topeng NICA iku diarani agresi belanda. Kanggo ngadepi agresine walanda mau maneka werna cara kang dienggo ngadepi Agresi mau. Pak karno lan pemimpin liyane akeh kang milih nganggo jalur diplomasi, jalur iki dipilih amarga dirasa ora mbebayani tumrap nyawane warga Indonesia. Ananging yen gawe cara iki dirasa bangsane dewe dirugeake dening bangsa walanda. Amarga wilayah negarane dadi tansaya ciut.
Mula saka kuwi Pak Dirman milih jalur konfrontasi utawa jalur perang. Jalur iki dirasa bisa kanggo mbalekake wilayah negarane dewe kanthi wutuh. Senajan gaman kang diduweni para TKR nalika kuwi kalah adoh yen dibandingake karo bangsa walanda nanging Pak Dirman tetep yakin yen para TKR bisa menang nglawan agresine walanda. Kanggo nyiasati mugsuh kang nduweni gaman kang luwih modern Pak Dirman nindakake perang sacara gerilya. Perang gerilya iki ateges perang kang dilakoni sacara singidan.
Aku uga isih kelingan nalika nindake perang gerilya kudu mlaku kanthi ngliwati gunung, alas lan jurang kang adohe atusan kilometer. Saliyane iku aku uga isih kelingan kaya ngapa gedhene semangate Pak Dirman nalika nindake perang gerilya senajan panjenengane lagi gerah kang nemen nanging panjenengane ora gelem leren malah tetep mimpin perng gerilya senajan kudu ditandu. Tandu iku dipikul para anak buahe kalebu uga aku. Kabeh ora ana sambat amarga Pak Dirman ngono minangka pawongan ahli ing strategi perang.
Dadi pejuang iku ana senenge la nana susahe, senenge bisa bela Negara saengga para anak putu bisa ngrasakake urip ing jaman kamardikan. Dene susahe yaiku yen kelingan nalika mateni mungsuh ing palagan. Yen kelingan perkara sing siji iki atiku krasa ora jenjem lan aku sarwa keweden. Lha kepriye, penjajah bangsa walanda iku lak ya padha manungsane, wis samesthine padha nduweni sanak sedhulur kang padha ngenteni baline. Aku uga ngrasa yenaku karo bangsa penjajah iku santatane padha. Yaiku minangka wong kang padha nglakoni tugas Negara.
Mbuh pira wae anggenku ngilangake nyawane para walanda iku, aku wis ora kelingan. Umpama aku ora mateni wis mesti aku dewe kang nemahi pati. Soroting mripat pawongan kang tiwas ing tanganku kerep nekani aku rikala pikiranku nglambrang kaya ngene iki. Yen wis kaya mangkono aku mung njaluk sepura marang Gusti Kang Akarya Jagad.
Pancen lelakon iku wis mataun-taun kapungkur malah kedadeyan iku wis ana 50 taun luwih nanging kaya-kaya kedadeyan iku lagi kedadeyan wingi. Senajan aku rumangsa bener amarga aku nindake iku mau kanggo bela Negara nanging ati iki kaya-kaya ora bisa mbenerake yen ngilange nyawane manungsa iku mujudake lelakon kang bener.
Dadi pejuang iki aku ora kepengin nampa pangajab saka wong liya. Nanging aku kepingin diajeni tumrap Negara. Yen kelingan siaran kang ana berita wingi atiku dadi miris nalika weruh para veteran perang saangkatanku akeh kang ditulak pengajuane nalika ngajoake pensinan veteran. Jarene datane isih ana sing kurang jangkep. Aku dewe uga wis bola-bali ngajokake pensiunan veteran nanging tetep tulak.
Lagi taun kepungkur aku isih bisa ngrasakake dana veteran iku. Malah-malah ora daknyana nalika kuwi omah disambangi karo tamu sing jare saka Jakarata. Tamu iku saka Republik Mimpi kang biasane disiarake ing Sawijing tv swasta. Aku dadi bingung kamangka aku dewe ora nduweni sanak utawa kadhang kang mapan ing Jakarta. Saka ngendi wong-wong iku padha ngerti yen aku iki sawijining pejuang kang uga melu nandhu Panglima Jendral Sudirman nalika semana. Sawise dijelasake karo salah sawijining tamuku mau aku lagi mangerteni yen jenengku iku kecatet ing buku kesatuan TKR kang lagi diteliti kanggo nggolekei sapa-sapa wae kang nate dadi ajudane Pak Dirman.
Sawise anggenku jagongan karo tau saka Jakarta iku radha suwe. Banjur rombongan saka Jakarta iku pamitan mulih. Sadurunge mulih rombongan saka Jakarta iku menehi aku dhuwit kang akeh banget jarene Dhek Pendik sawijing saka rombongan iku, dhuwit iki kanggo nguntabake rasa matur nuwun kanggo para pahlawan kang during padha nampa dana pensiunanveteran. Nampa dhuwit kuwi ora krasa luhku mbrebes mili, aku rumangsa tibakna kok isih ana wong kang gelem merhatekne nasibe para pejuang kaya aku iki.
Aku duwe tekad dhuwit iki ora bakal dakenggo dewe amarga dhuwit iki uga dadi hake uwong akeh. Dhuwit iki uga bakal dukedom karo kanca-kanca saperjuangan kang mapan ing tlatah Tulungagung. Untung wae kanca-kanca isih akeh sing padha waras senajan umure wis akeh nanging isih katon enom. Mbuh apa iki jenenge anugrahe saka Gusti Kang maha Kuwasa. Saliyane iku kekarepanku kanggo ngedum dhuwit iku mau jalaran akeh kanca saperjuanganku sing uripe kesrakat banget malah-malah ana kang temekan seprene durung duwe omah lan sasuwene iku numpang ing omahe dulure.
Ora krasa anggenku metani sekabehane lelakon kang tau daklakoni iku suwi banget nganti-nganti aku ora keprungu swara adzan magrib. Nalika aku isih meneng amrga pikiranku isih nglambrang metani sekabehane lelakon kang nate dak lakoni awaku krasa ana kang hoyag. “Kung, Kakung sampun wancinipun buka,” kandhane putuku.
“Ya, Le bukawa dhisik! Kakung isih arep sembahyang magrib dhsik”.
Ya pancen saiki aku dikancani putuku. Sawise anakku gedhe lan meruhi urip nang jawa kang sarwa larang tur angel. Mula anakku lan mantuku padha kerja dadi TKI menyang Malaysia. Dene putuku melu aku tetep nang Jawa.
Bubar buka aku lan putuku omong-omongan ing ruang tamu. Karo ngenteni budhal teraweh aku takon marang putuku.
“Le,sesuk kowe apa repo?”
“Mboten mbah, wonten menapa?”
“Nek ora sesuk melu aku ziarah menyang taman makam pahlawan”
“Wonten menapa ta Kung kok ziarah dhateng makam pahlawan”.
“Anu lho le, iki ngono kanggo pangeling-eling lan kanggo nguntabake rasa matur nuwun tumrap para pahlawan kang gelem ngorbakake nyawa supaya generasi penerus ing tembe mburine, saliyane iku generasi penerus kalebu awakmu aja sepisan-pisan nglalekake jasa-jasane para pahlawan lan awakmu dalah generasi penerus kudu njaga lan ngisi kamardikan iki .”
Sawise aku kandha kaya mangkono iku pungkasane putuku gelem nyarujuki panjalukku. Atiku rumangsa seneng amarga putuku wis gelem ngregani jasa-jasane para pahlawan. Nanging keri-keri iki ana kang gawe atiku kranta-kranta yaiku nalika kesiar kabar yen arep ana pihak kanga rep ngadol monumene Panglima Jendral Sudirman. Krungu kabar kang kaya mangkono iku aku mung njaluk marang sing kuwasa lan pihak-pihak tertamtu supaya monument iku ora sampek kelkadol Jalaran supaya genersai anyar iki bisa meruhi jasa-jasane para pahlawan.